Sebaik-baik Manusia Adalah Orang yang Bermanfaat Bagi Sesama (H.R Buchori Muslim)
“Hidup adalah perjalanan waktu dan perpindahan tempat. Kapan pun dan di mana pun kita berada, haruslah memberi manfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Learn, Share, Success! (Muhammad Ali Murtadlo)”

Minggu, 23 September 2012

Antara HAM dan Liberalisme


Oleh: Muhammad Ali Murtadlo*)
Mungkin masih banyak yang belum mengerti bahwa setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Namun, tidak jarang pula yang mengetahui bahwa tanggal tersebut diperingati sebagai hari HAM sedunia. Setidaknya, dengan membaca tulisan ini maka anda akan memahami.
Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak alami yang dimiliki oleh manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Jadi, HAM adalah anugerah Tuhan kepada manusia dan menjadi hak paten bagi setiap individu.
Secara Internasional, Hak Asasi Manusia (Human Rights) diatur dalam Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (The High Commissioner of Human Rights) dibawah naungan Organisasi dunia, PBB. Di Indonesia sendiri badan khusus yang menangani HAM adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang termasuk Lembaga Independen Negara.
Melihat fakta yang ada, sampai sejauh ini praktik penegakan HAM Indonesia masih belum terlaksana dengan baik. Meskipun sudah terdapat legislasi yang menjamin perlindungan HAM, namun masih banyak diskriminasi dan keberpihakan secara negatif oleh aparat hukum dan pemerintah. Mulai dari tragedi Tanjung Priok (1984) yang menewaskan banyak korban, tragedi pelanggaran HAM di Poso, Ambon, hingga kasus terbunuhnya tokoh pejuang HAM, Munir, dan yang baru-baru ini adalah maraknya protes atas film pelecehan nabi Muhammad "Ennounce of muslim" yang katanya atas nama kebebesan berekspresi, dan masih banyak kasus pelanggaran HAM lainnya.
Terlepas dari sederetan kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di Tanah Air yang mungkin tidak akan pernah tuntas untuk diusut. Sekarang kita lebih ke memaknai arti Hak Asasi Manusia dalam perspektif Islam. Dalam Islam, HAM bukan diartikan sebagai hak manusia untuk melakukan kebebasan berekspresi, namun lebih ke pemenuhan hak-hak sebagai manusia secara bebas dan merdeka. Akan tetapi, bebas dan merdeka disini berarti masih dalam koridor yang wajar-wajar saja, tanpa melewati batas-batas kebebasan yang ada. Dalam arti, manusia boleh melakukan segala sesuatu yang dikehendaki, namun juga harus tetap memperhatikan sejauh mana sesuatu itu diperbolehkan.

Apa itu Liberalisme?
Kata Liberalisme berakar dari bahasa Latin, liber, yang artinya “bebas” atau “merdeka”. Hingga penghujung abad ke-18 Masehi, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka. Pakar sejarah Barat biasanya menunjuk motto Revolusi Perancis (1789): kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan (liberté, égalité, et fraternité) sebagai piagam agung (magna charta) liberalisme modern.
Liberalisme juga bisa diartikan sebagai kebebasan untuk betindak, kebebasan untuk berbeda pendapat, kebebasan untuk memeluk agama, dan berbagai bentuk kebebasan yang berkaitan dengan terpenuhinya tuntutan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokratisasi.
Prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa tunduk kepada otoritas  adalah bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia. Otoritas yang dimaksud disini yakni otoritas yang akar, aturan, ukuran, dan ketetapannya ada di luar dirinya. Di sini kita mencium bau faham sophisme dan relativisme ala falsafah Protagoras yang mengajarkan bahwa "manusia adalah ukuran dari segalanya", sebuah doktrin yang kemudian diberhalakan oleh para penganut teori Nihilisme. Teori yang percaya pada kenyataan bahwa semua yang dilakukan manusia adalah sia-sia.
Dalam politik, liberalisme dimaknai sebagai sistem dimana Negara tidak boleh mencampuri "privacy" warga-negara, Negara tidak boleh mencampuri urusan moral individu. Sementara di bidang ekonomi, liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas di mana intervensi pemerintah dalam perekonomian tidak dibolehkan sama sekali. Dalam hal ini liberalisme identik dengan kapitalisme.
Di wilayah sosial, liberalisme berarti emansipasi perempuan, penyetaraan gender, pupusnya kontrol sosial terhadap individu dan runtuhnya nilai-nilai kekeluargaan. Perempuan dibiarkan menentukan nasibnya sendiri, tak seorang pun berhak dan boleh memaksa ataupun melarangnya untuk melakukan sesuatu. Ini yang kemudian melahirkan paham kebebasan yang sebebas-bebasnya bagi kaum hawa.

Liberalisme dalam Islam
Dalam urusan agama, liberalisme mereduksi agama menjadi urusan privat. Prinsip amar ma'ruf nahi mungkar bukan saja dinilai tidak relevan, bahkan dianggap bertentangan dengan semangat liberalisme. Oleh karena itu, kaum liberal beranggapan asal tidak merugikan pihak lain, orang yang berzina, berseks-bebas, jika dilakukan atas dasar suka sama suka, maka dianggap sah-sah saja dan tidak boleh dihukum. Anggapan semacam ini yang dinilai sebagai kebebasan yang keblabasan.
Di dunia Islam virus liberalisme juga berhasil masuk ke kalangan cendekiawan yang konon dianggap sebagai "pembaharu". Seperti: Rifa`ah at-Tahtawi (1801-1873 M), Qasim Amin (1863-1908 M) dan Ali Abdur Raziq (1888-1966 M) dari Mesir, Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M) dari India.
Pada abad ke-duapuluh muncul pemikir-pemikir islam yang juga tidak kalah liberal seperti Fazlur Rahman, Mohammad Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Mohammad Shahrour dan pengikut-pengikutnya di Indonesia yang bersekongkol dalam wadah yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal (JIL).
Benih-benih liberalisme Islam sebenarnya sudah lama tertanam di Indonesia. Pada tahun 60-an Greg Balton telah membahas gagasan Islam liberal di Indonesia. Berawal dari penelitian disertasi Greg Balton, kemudian bertebarlah buku-buku wacana gerakan pemikiran umat Islam di Indonesia. Hingga akhirnya muncullah JIL (Jaringan Islam Liberal) dibawah naungan Ulil Abshor Abdalla dkk, yang pada pokoknya mengajarkan liberalisme yang dibungkus oleh kemasan Islami.
Pemikiran dan pesan-pesan yang ditawarkan para tokoh liberal itu sebenarnya adalah mengajarkan ajaran Islam yang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Al-Qur'an dan Hadits yang kemudian dikritisi dan ditafsirkan ulang menggunakan pendekatan historis, hermeneutis dan sebagainya. Sehingga pada akhirnya melahirkan ajaran Islam yang menyimpang dari konsep yang sejatinya.
Kesimpulannya sekarang adalah bahwa Hak Asasi Manusia semata-mata adalah hak yang dianugerahkan oleh Allah untuk mentaati semua aturan-aturan yang sudah ditetapkan-Nya melalui syariat agama, bukan hak untuk merubah konsep-konsep agama dengan menafsirkan konsep tersebut dengan sebebas-bebasnya. Memang, zaman sekarang sudah tidak sama lagi dengan zaman terdahulu, namun konsep Islam tetaplah relevan walaupun zaman telah mengalami perubahan. Yang terpenting adalah jangan mudah terpengaruh dengan konsep baru yang ditawarkan, tetaplah berpegang teguh dengan keyakinan awal, yaitu islam berhaluan ASWAJA. Waallahu a’lam bishowab !
*)Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidikmisi, Fakultas Syariah Jurusan Ahwalus Syakhsiyah (AS/III) IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Minggu, 16 September 2012

Jurus Jitu Berdebat soal Akidah

LEMBAGA Bahtsul Matsail (LBM) PCNU Surabaya menggelar Pelatihan Kader Muda Pembela Aswaja An-Nahdliyah di gedung Setia Aswaja, Sidoarjo, pada 1-2 September 2012 lalu. Acara tersebut digelar guna memberikan pengarahan sekaligus pembentengan kepada kader-kader muda Aswaja terhadap aliran-aliran yang selama ini dianggap menyimpang dari koridor Islam.

Secara spesifik acara tersebut dimaksudkan agar kader-kader muda Aswaja mampu membentengi diri doktrin-doktrin baru yang mengatakan bahwa aqidah dan ibadah amaliyah orang Aswaja adalah Bid’ah. Melalui acara itu pula diharapkan kader-kader muda mampu menjawab dan mendebat segala tuduhan yang tidak berargumentasi itu.

Acara pembukaan dilaksanakan setelah salat isya’, kemudian dilanjutkan dengan materi pertama. Ustad Ali Magfur Syadili sebagai pemateri pertama mengimbau kepada peserta pelatihan agar selalu waspada terhadap aliran-aliran yang selama ini bertentangan dengan faham Ahlus Sunah Wal-Jamaah.

Sesi ini lebih kepada cerita pengalaman pemateri yang pernah berdebat melalui pesan singkat (SMS) dengan salah satu faham yang selalu membid’ahkan ajaran Ahlussunah Wal Jamaah. Pada intinya mampu dipatahkan, pasalnya si lawan menolak diajak berdiskusi secara face to face. Acara ditutup dengan pemutaran audio suara KH As’ad Syamsul Arifin yang mengisahkan awal terbentuknya Organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Keesokan harinya, secara khusus materi yang diberikan berupa teknik-teknik berdebat. Teknik yang efektif untuk mematahkan argumentasi lawan. Hadir sebagai narasumber adalah Ustad Abdul Wahab Ahmad dan Ustad Muhammad Idrus Ramli. Keduanya adalah pakar debat dari PCNU Jember yang melaluinya telah terpatahkan argumen-argumen aliran sesat melalui forum debat resmi secara terbuka.

Dalam pemaparannya Ustad Wahab menyampaikan beberapa teknik jitu berdebat. Di antaranya: Pertama, Teknik Trapping (jebakan), yaitu menggiring lawan menuju poin bahasan tertentu yang sudah dipersiapkan segala kelemahannya. Kedua, Teknik Switching (tukar posisi), yakni menjadikan argumen lawan sebagai argumen kita dan membuatnya menjawab sendiri kritiknya seolah kita bertukar posisi dengan lawan. Dengan ini kita tidak perlu menjawab apa pun.

Ketiga, Teknik Contradicting (membuat kontradiksi). Teknik ini dilakukan dengan memunculkan kontradiksi-kontradiksi pada logika lawan. Sehingga diperlukan logika kuat untuk memakai teknik ini. Keempat, Teknik Balancing (seimbang) yakni dengan cara menanggapi kritik lawan dengan kritik yang seimbang. Ini biasa dilakukan tatkala kehabisan jawaban untuk membela diri, jadi yang bisa dilakukan hanyalah menjadikan lawan berada pada posisi yang juga sama. Bisa juga sekadar membuat skor seimbang, sehingga tidak ada yang menang atau kalah.

Kelima, yang tak kalah pentingnya adalah Teknik Judgement (menghakimi) yakni membuat musuh di posisi orang bersalah (tertuduh) yang harus membela dirinya tanpa memberinya kesempatan menyerang balik.
Acara dilanjutkan dengan praktik debat secara langsung. Wahab bertindak sebagai faham yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dan peserta sebagai golongan yang memegang teguh ajaran Aswaja. Debat berlangsung seru, masing-masing melontarkan argumentasi terkait masalah Aqidah, Ibadah Amaliah, Bid’ah dan Khilafah.

Kemudian, acara dilanjutkan dengan pemaparan Ustadz Muhammad Idrus Ramli. Ketika ditanya pandangannya tentang Pancasila, dia mengatakan Pancasila merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia yang harus dipertahankan. Dalam sila-sila Pancasila tidak ada yang menyimpang sedikit pun dari konsep Islam. Malah, dalam tubuh pancasila terdapat nilai-nilai Islam yang pokok, yakni Tauhid, yang termaktub dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sila-sila lainnya merupakan implementasi dari sila pertama tersebut.

Senin, 03 September 2012

Mendamba Ospek yang Mencerdaskan


Oleh: Muhammad Ali Murtadlo*)
Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) di Perguruan Tinggi menjadi agenda rutin setiap tahun. Salah satunya di Kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya yang lebih dikenal dengan sebutan OSCAAR (Orientasi Studi Cinta Akademik & Almamater) akan dilaksanakan pada hari senin (03/09/2012) hingga tiga hari berturut-turut.
Ospek merupakan jembatan awal bagi calon mahasiswa yang akan menikmati bangku kuliah. Mereka yang sebelumnya berstatus siswa secara otomatis akan berganti status menjadi mahasiswa setelah menjalani Ospek. Secara tidak langsung Ospek menjadi ritual sakral yang harus diikuti. Jika belum/tidak mengikuti Ospek berarti status mahasiswa yang bersangkutan belum dikatakan resmi, karena untuk menjadi mahasiswa harus melewati tangga awal yang namanya Ospek.
Selain itu, Ospek juga merupakan salah satu wahana untuk membekali mahasiswa baru dengan dasar pengetahuan tentang dunia kampus. Setidaknya dalam ospek ada dua poin penting yang menjadi indikator utama. Pertama, yang menyangkut dunia akademik. Kedua, tentang dunia organisasi di dalam kampus, termasuk sosialisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dalam dunia akademik biasanya akan diberikan materi mengenai seluk-beluk dunia kampus. Seperti proses kegiatan belajar mengajar di kampus yang jauh berbeda dengan kegiatan belajar mengajar waktu di sekolah. Kalau di sekolah guru yang menyiapkan semuanya, di kampus justru sebaliknya, mahasiswalah yang dituntut untuk aktif mengurus perkuliahannya sendiri. Jika tidak, mereka akan ketinggalan.
Selain itu mahasiswa juga akan dikenalkan dengan bermacam-macam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tujuannya adalah untuk membekali mahasiswa dengan beragam organisasi yang nantinya akan menunjang wawasan dan keilmuwan. Karena belajar dibangku kuliah hanya beberapa persen, sisanya adalah diperoleh dari luar kelas, salah satunya adalah dari berorganisasi.
Sebuah Paranoid
Ospek merupakan tradisi turun-temurun, yang selain dinanti-nanti juga dikhawatirkan oleh para mahasiswa baru. Mengapa demikian? Mengingat, pada saat pelaksanaan ospek terkadang banyak senior jahil, menyiksa, dan bertindak sesuka hati. Salah satu contoh yang menakutkan adalah tindak kekerasan yang kerap dilakukan para senior kepada junior. Tak pelak, ospek pun menjadi bayang-bayang menakutkan bagi mahasiswa baru. Bahkan sebagian orang beranggapan ospek menjadi sebuah “paranoid” bagi mahasiswa baru.
Banyak faktor yang menjadikan ospek sebagai ajang kekerasan yang berujung menjadi sebuah “paranoid” bagi mahasiswa baru. Diantaranya adalah karena ingin diakuinya eksistensi senior, ajang balas dendam senior, ataupun anggapan sebagai ‘tradisi turun-temurun’ dari tahun-tahun sebelumnya yang harus dilestarikan. Sehingga menjadikan mahasiswa baru beranggapan mereka akan menjadi mangsa empuk bagi para senior. Mereka akan menjadi objek dari faktor-faktor yang saya sebutkan diatas.
Sebenarnya yang menjadi masalah utama adalah senioritas. Para senior merasa bahwa hal-hal seperti tindakan fisik merupakan hal yang perlu diberikan kepada juniornya agar para junior bisa memberikan rasa hormat dan  agar terkesan memberikan wibawa.
Padahal, untuk menciptakan kharisma seorang senior yang dihormati tidak perlu menggunakan kekerasan, bisa dengan menunjukan prestasi baik akademik ataupun non-akademik. Sebab, dengan berjalannya waktu, para mahasiswa baru akan mencari para seniornya yang memiliki prestasi untuk dijadikan ‘panutan’ dalam memasuki dunia kampus
Inovatif & Mencerdaskan
Seiring dengan perkembangan zaman, mahasiswa kini menghadapi berbagai tantangan yang makin kompleks. Karena itu, ospek yang bersifat kreatif serta inovatif bagi pengembangan diri menjadi penting karena bisa mendorong pola pikir mahasiswa. Apalah artinya ospek jika hanya berisi pengenalan dunia kampus, sehingga mahasiswa tak mampu membaca realitas sosial di masyarakat?
Tentu memuakkan jika melihat banyak “gelandangan” mahasiswa yang tak tahu-menahu tentang peran mereka di masyarakat. Seolah-olah menjadi mahasiswa tak beda dari orang-orang yang tidak pernah mengenyam dunia pendidikan. Apa yang bisa dibanggakan mahasiswa jika tak mau dan tak mampu menunjukkan peran di masyarakat? Tentu hanya akan dianggap sebagai “sampah” di masyarakat.
Ospek yang baik adalah kegiatan yang sesuai dengan namanya. Yaitu untuk mengenalkan dan mengorientasikan mahasiswa baru terhadap lingkungan kampus. Tidak boleh ada kekerasan, yang justru menjatuhkan mahasiswa baru, baik kekerasan fisik maupun mental. Sebaliknya, mereka perlu dibekali dengan pengetahuan dan kedekatan terhadap almamater demi menumbuhkan jiwa kemahasiswaan yang baik dan rasa sebagai bagian dari keluarga besar civitas akademika. Sebagaimana telah diatur dalam SK Dirjen Dikti No.38/DIKTI/Kep 2000 yang melarang perpeloncoan dalam ospek.
Hendaknya kegiatan ospek yang menyimpang dan penuh kekerasan tidak dilakukan lagi, dan diganti dengan kegiatan ospek yang bermanfaat bagi para mahasiswa. Karena itulah, ospek bisa dijadikan wahana yang tepat untuk memberikan pencerahan pada mahasiswa baru.
Ospek yang mencerdaskan yakni yang  bersifat edukatif. Bukan wahana balas dendam yang membuka peluang bagi mahasiswa senior untuk melakukan tindak kekerasan kepada juniornya atau mahasiswa baru. Kegiatan ospek yang inovatif, sehat, dan bersih dari tindak kekerasan perlu dukungan dari banyak pihak, baik dari pihak rektorat/dekanat, dosen, karyawan dan mahasiswa. Selain itu juga perlu dibangun rasa kepedulian untuk menciptakan kegiatan ospek yang mencerdaskan.

*) Ketua I AMBISI, Jurusan Ahwalus Syakhsiyah (AS/V), Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Tulisan ini terbit di Buletin Ambisi (Edisi IX/4-11 September 2012 M)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India