Sebaik-baik Manusia Adalah Orang yang Bermanfaat Bagi Sesama (H.R Buchori Muslim)
“Hidup adalah perjalanan waktu dan perpindahan tempat. Kapan pun dan di mana pun kita berada, haruslah memberi manfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Learn, Share, Success! (Muhammad Ali Murtadlo)”

Jumat, 28 Oktober 2011

Satu Jam Bersama Bu Doktor


Sore itu sekitar pukul setengah tiga,tepatnya hari rabu, 26 oktober 2011 saya bersama temen berniat berkunjung kerumah dosen. Dosen ini berkediaman di perumahan Tirta Raya daerah Waru Sidoarjo. Saya bersama temen berkunjung kesana bertujuan, pertama, tentunya untuk silaturrahmi, ingin mengenal lebih dekat sosok ahli ilmu hukum tata Negara ini. Kedua, (ini adalah tujuan utama kami) mengambil buku karangan beliau yang dijadikan rujukan plus referensi bagi matakuliah yang beliau ampu.
Mata kuliah yang diampu oleh beliau dikelasku adalah hukum perdata 1. Mata kuliah yang bisa dibilang agak sulit, juga bisa dibilang sangat mudah jika kita mau serius mempelajari. Hukum perdata 1 adalah hukum yang mengatur hubungan/ kepentingan antara warga perseorang yang satu dengan warga perseorang yang lain. pokoknya intinya hokum yang menyangkut perseorangan dalam tanda kurung hokum privat.
Terlepas dari definisi tentang hukum perdata, saya ingin sedikit memberi informasi tentang sosok bu doktor ini. Memang setiap mata kuliah yang beliau ampu/ajar mahasiswa diwajibkan untuk memiliki buku yang berkaitan dengan mata kuliah itu. Entah itu buku karangan siapapun, pokoknya harus mempunyai buku referensi minimal satu buku. Walaupun tidak memaksa untuk memiliki bukunya,tetapi  beliau lebih memprioritaskan mahasiswa yang memliki buku karangannya. Dengar-dengar, pokoknya siapa yang punya buku karangannya pasti mendapat nilai lebih daripada mahasiswa lain yang tidak memiliki buku karangannya.
Terlepas dari itu, saya ingin bercerita apa saja yang terjadi selama kurang lebih satu jam dirumah itu. Pukul setengah tiga kira-kira, saya sampai didepan rumahnya, setelah sempat menyodorkan ke pak satpam sebuah kertas yang bertuliskan alamat rumah ibu doctor tersebut. Sesampai  di depan rumahnya langsung dipersilahkan untuk masuk. Saya kemudian masuk.
Sampai didepan pintu, fikiranku agak sedikit heran sekaligus kagum, Wow tumpukan buku yang berjajar rapi dilemari menghiasi ruang tamunya. Kabarnya itu adalah buku karangan sekaligus sebagai koleksi dari beliau.
Selanjutnya ditanya tentang maksud kedatanganku, langsung saja saya katakan saya mahasiswa ibu yang kemaren disuruh kerumah untuk mengambil buku. Dan kemudian berlanjut hingga ngobrol-ngobrol santai.
Setelah beliau memberikan bukunya (Kalau nggak salah dua puluh buku yang saya pesan untuk temen-temen). Kemudian berlanjut ke obrolan santai. Berawal dari pertanyanku, bagaimana bu kog bisa sampai seperti iniyang bisa menulis banyak buku, mendapat gelar doctor dan lain-lain?. jawabnya simple, beliau hanya menjawab  seng penting eleng karo seng nggae urip, dzikir, shalat malamnya rutin. Kalau ingin jadi orang sukses intinya itu. Hanya itu bu? Sahut saya. Ya tentunya diiringi dengan belajar, usaha dan kerja keras, serta mempunyai Ambisi/ obsesi untuk jadi orang besar.
Beliau menambahkan, “ kebanyakan orang-orang besar, orang sukses itu berasal dari orang-orang yang tidak mampu dari segi ekonomi”. Banyak fakta yang membuktikan orang-orang besar kebanyakan berasal dari anak keluarga kurang mampu. Contohnya beliau sendiri, beliau adalah anak dari keluarga tidak mampu, tetapi sekarang menjadi orang sukses.  Berkat kegigihannya dalam belajar, berjuang dan diringi dengan taqwa.
Ini yang menjadi motivasiku untuk terus maju, belajar, berusaha untuk mewujudkan mimpiku untuk menjadi orang besar, untuk menjadi orang sukses, fi diini, dunya, wal akhiroh..Amiiin.

Terima kasih Bu doktor…

Kamis, 27 Oktober 2011

Memaknai Hari Sumpah Pemuda


Hampir dapat dipastikan pada tanggal 28 oktober pemuda dengan romantisme sejarah sejak 83 tahun silam memperingati Hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda merupakan tonggak awal setelah berdirinya Budi Utomo yang disebut-sebut sebagai embrio kebangkitan bangsa.
Bagi bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda merupakan entry point menuju pintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Sumpah Pemuda tersebut merupakan bukti adanya kesamaan cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka dari cengkraman penjajah. Sumpah Pemuda adalah wujud keinginan untuk mempersatukan seluruh komponen masyarakat yang terdiri dari berbagai ragam dan kalangan, seperti halnya yang pernah diucapkan oleh Patih Gajahmada, dengan Sumpah Palapa untuk mempersatukan Nusantara. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika Sumpah Pemuda itu menjadi fondasi dasar tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Sumpah Pemuda yang seharusnya menjadi titik tolak perubahan kaum muda Indonesia, saat ini sudah mulai luntur. Sinyal-sinyal terang yang dulu berkobar saat ini sudah mulai redup. Tahun 1928 yang seyogyanya menjadi sebuah energi pergerakan yang tak pernah padam bagi para pemuda, saat ini hanya dijadikan sebuah kepura-puraan patriotisme dan nasionalisme.
Terbukti, seperti yang jamak diketahui saat ini, pemuda sekarang sudah tidak lagi peduli dengan bangsa. Tidak ada rasa simpati terhadap peliknya masalah yang dihadapi bangsa ini. Meskipun ada segelintir anak muda yang terus menyuarakan kegigihan dan aspirasinya untuk kemajuan Negeri ini.
Kebanyakan anak muda zaman sekarang tidak begitu memahami makna dari sumpah yang diikrarkan pemuda saat itu. Sepertinya anak muda sekarang cenderung acuh tak acuh terhadap masa lalu, ketika pemuda–pemudi Indonesia dulu bersatu mengikrarkan sumpah pemuda. Saat ini generasi muda bangsa ini justru cenderung melupakan makna Sumpah Pemuda itu.
Nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang ditunjukkan para pemuda 83 tahun silam sudah tidak tergambarkan lagi saat ini. Seperti yang kita ketahui tidak lama ini, wilayah NKRI dicaplok negara tetangga, tetapi tidak ada tindakan nyata dari pemuda untuk mempertahankan. Aksi demonstrasi yang berunjung anarkis yang sering terjadi merupakan bukti nyata bahwa pemuda tidak lagi mampu memegang dan memaknai sumpahnya.
Demonstrasi sebenarnya juga memiliki sisi positif. Demonstrasi akan menunjukkan bahwa ada yang peduli dengan suatu masalah, bahwasanya akan ada yang bergerak untuk menuntut, tidak hanya diam dan menonton apa yang terjadi. Namun, disayangkan beberapa kali pernah terjadi demonstrasi seringkali dibarengi dengan tindakan anarkis dari para demonstran. Mulai dari perusakan fasilitas umum hingga baku hantam dengan aparat serta masih banyak tindakan anarkis lainnya.
Sudah seharusnya peringatan Sumpah Pemuda tidak sebatas dalam upacara seremonial sambil mengenang jasa para Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam sumpah untuk satunya Indonesia. Lebih jauh, pemuda saat ini haruslah mengambil makna mendalam dan menemukan inspirasi atas peristiwa bersejarah itu. Sejarah akan terus berulang untuk masa dan pejuang yang berbeda. Pemuda saat ini mempunyai potensi besar mengulang sejarah yang lebih monumental daripada sejarah pemuda dulu.
Sudah saatnya Indonesia mempunyai Pemuda dan pemudi yang akan meneruskan kepemimpinan Bangsa dengan menyatakan ulang sumpahnya untuk mempersatukan bangsa menjadi satu kesatuan yang tidak lagi dipisahkan. Penerus Bangsa yang harus meneruskan semangat perjuangan. Semangat berjuang untuk selalu membangun bangsa, semangat dalam kebersamaan memperkokoh kekuatan bangsa, semangat dalam mengharumkan nama bangsa Indonesia di mata dunia dengan torehan prestasi di berbagai kancah dunia. Satunya Indonesia, bukanlah sekedar ikrar, tetapi jauh merayapi setiap nurani pemuda dan rakyat Indonesia untuk kemudian melahirkan gerakan yang nyata
Sumpah pemuda adalah momentum dimana para pemuda bangsa kita di zaman dahulu berjuang untuk NKRI. Oleh karena itu saat ini kita harus selalu mengenang, menjaga dan menghormati jasa-jasa mereka. Yang terpenting adalah meneruskan perjuangan mereka di era yg modern ini, dengan hal-hal yang bersifat positif dan membangun bagi diri kita, keluarga, orang lain, bangsa dan negara.
Hemat kata, hakikat dari peringatan Hari Sumpah Pemuda adalah merenung, introspeksi diri, mengajak seluruh elemen masyarakat dan bangsa untuk mencontoh apa-apa yang sudah dilakukan pemuda dimasa silam, serta menumbuhkan jiwa nasionalisme yang semakin hilang, bukan hanya sebatas seremonial dan rutinitas belaka. Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia (bung karno).

Mengadopsi Keunikan Bali

Sabtu lalu, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke pulau Bali. Saya bertolak kesana bukan karena ada konferensi atau pertemuan, tetapi hanya sekedar rekreasi, me-refresh otak dari kepenatan yang setiap hari dicekoki oleh tumpukan buku demi menyelesaikan tugas kuliah. Siapa yang tidak mengenal pulau bali? Pasti semua mengetahui. Pulau Bali yang dikenal kepopulerannya sebagai “Paradise Island”. Hampir seluruh dunia mengetahui keunikan dan daya tarik dari pulau “Seribu Pura” ini. Bahkan tidak jarang yang mengatakan bahwa Bali adalah keindahan alam yang didengung-dengungkan sebagai “surga” dunia. Secepat kilat Balipun menjadi aset terbesar Indonesia di bidang pariwisata sebagai pemasok devisa negara.

Dalam perjalanan, saya menikmati berbagai macam keindahan alam pulau Bali. Mulai dari melihat berbagai bentuk patung, menikmati berbagai macam panorama pantai, mengunjungi obyek wisata bersejarah, sampai mengunjungi berbagai tempat untuk mencari buah tangan (oleh-oleh). Tidak hanya itu, saya juga disuguhi berbagai macam keunikan masyarakat disana. Salah satunya adalah arsitektur bangunan disana. Tidak ada bangunan yang tingginya melebihi tinggi pohon kelapa atau lebih tepatnya tidak ada bangunan yang tingginya lebih dari lima belas meter. Walaupun ada pasti akan diboikot oleh pemerintah bali karena melanggar Perda Bali No.3 Tahun 2005 Tentang tata ruang provinsi bali.

Anak Agung Bagus yang menjadi pemandu wisata (gaet) menjelaskan bahwa masyarakat Bali menjunjung tinggi rasa cinta terhadap alam atau lingkungan. Dengan tidak adanya bangunan yang tingginya melebihi pohon kelapa, sinar matahari bisa menyinari tanah bali secara keseluruhan. Sehingga alam bali tetap ASRI (Aman, Sehat, Rapi, Indah). Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi bangunan di pulau Jawa khususnya di kota-kota metropolitan, yang mayoritas tinggi bangunannya lebih dari lima belas meter. Inilah yang menyebabkan pulau Jawa tidak lagi ASRI.

Tidak hanya itu, yang membuat saya kagum adalah tingginya rasa toleransi antarumat beragama. Meskipun masyarakat disana mayoritas memeluk agama Hindu tetapi jiwa menghargai agama lain sangatlah tinggi. Tidak ada rasa permusuhan dan tidak mengenal adanya perselisihan. Bahkan di kota Nusa Dua terdapat suatu tempat yang cukup unik, dan itu mungkin membuat kita mengacungkan kedua jempol tangan kita untuk masyarakat bali. Sebut saja Puja Mandala, Di tempat ini terdapat lima tempat ibadah dari agama yang diakui di Indonesia. Yaitu Masjid untuk agama Islam, Gereja bagi jemaat Katholik dan Protestan, Vihara untuk umat Budha, dan Pura bagi umat Hindu. Uniknya, bangunan tersebut berdiri berdampingan.

Meski berdampingan dengan tempat Ibadah umat lain, selama ini tidak pernah ada konflik yang disebabkan ketidakharmonisan antarsesama. Bahkan, jika ada kegiatan keagamaan dalam waktu yang bersamaan, umat disana saling berinteraksi satu sama lain untuk mempererat kerukunan. Kerukunan hidup dan suasana saling menghormati terlihat jelas dalam keseharian lingkungan komplek Puja Mandala Nusa Dua. Seperti yang dituturkan oleh Bli Bagus, komplek puja mandala ini merupakan percontohan miniatur kerukunan hidup bersama.

Keunikan yang baru satu-satunya di Indonesia ini merupakan kawasan yang dianggap sebagai contoh kerukunan umat beragama di Indonesia dan menjadi yang sangat diminati, baik oleh wisatawan asing ataupun domestik.

Untuk sampai ke tempat ini, kita butuh waktu sekitar tiga puluh menit dari Bandara Ngurah Rai ke arah Nusa Dua. Cobalah luangkan waktu sejenak untuk menikmati keunikannya dan belajar memahami kebudayaannya. Dengan mengaca dari kebudayaan masyarakat bali tersebut, sudah seharusnya kita tidak perlu mengenal adanya pertikaian agama seperti yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Jika ada tenggang rasa dan kepedulian antarsesama tentu hal ini akan mudah terwujud.

Minggu, 16 Oktober 2011

Pengangguran Terdidik itu Muncul Lagi


Ribuan orang memadati lapangan IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 08 Oktober 2011,  untuk melaksanakan proses pengukuhan sebagai sarjana. Tercatat pada wisuda yang ke-66 kali ini IAIN Sunan Ampel Surabaya mengukuhkan sekitar 1.233 Sarjana. Terdiri dar 1003 orang jenjang S1, 217 orang magister dan 13 orang dari program doktoral. Mereka telah resmi menyandang gelar akademis sebagai sarjana, magister dan doktor.
Wisuda merupakan pertanda bahwa seseorang sudah mampu menyelesaikan proses pendidikannya. Pendidikan merupakan sarana untuk mentransformasi kehidupan kearah yang lebih baik. Pendidikan pun dijadikan standar stratifikasi sosial seseorang. Orang yang berpendidikan akan mendapatkan penghormatan (prestice of life) dimata publik, walaupun tidak memiliki kekayaan yang berlimpah. Dengan pendidikan yang lebih tinggi pula, seseorang akan mudah untuk memperoleh pekerjaan. Apalagi jika seseorang telah memperoleh gelar sarjana.
Seorang sarjana tentunya lebih punya bekal ilmu dan pengetahuan yang luas. Lebih mantap dalam segi profesionalitas dan pengalamannya serta memiliki jiwa kepemimpinan yang matang. Seharusnya sarjana mampu membebaskan dari belenggu pengangguran. Namun apa boleh dikata, realita di lapangan berkata sebaliknya.
Pengangguran terdidik bagi para lulusan universitas sedikit banyak telah memperbesar angka pengangguran. Dari data Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) pada 22 Maret 2010, mencatat jumlah sarjana (SI) yang masih menganggur pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian, jumlahnya bertambah menjadi 626.200 orang. Jika setiap tahun jumlah kenaikan rata-rata 216.300, kemungkinan pada Februari 2012 terdapat lebih dari 1 juta pengangguran terdidik di Indonesia.
Belum ditambah pengangguran lulusan Diploma. Dalam rentang waktu 2007-2010 saja tercatat peningkatan sebanyak 519.900 orang atau naik sekitar 57 persen. Di Jawa Timur misalnya, ada lebih dari 57 ribu orang dengan gelar sarjana menganggur, dari sekitar 1 juta orang di Jatim yang mengganggur.
Penggangguran terdidik memang telah memperburuk wajah suram dunia pendidikan kita. Para lulusan yang diharapkan mampu meminimalisir pengangguran ternyata tidak mampu menjawab tantangan zaman. Akibatnya, pengangguran makin lama makin bertambah. Bahkan Indonesia mendapat ranking pertama di Asia dalam kategori jumlah pengangguran tertinggi.
Meminjam Lirik lagu Bang Iwan Fals yang berjudul “Sarjana Muda”. Sepertinya sebagian besar dari sarjana yang baru diwisuda itu akan masuk dalam golongan sarjana yang diceritakan Iwan Fals dalam lagu Sarjana Muda itu. Bang Iwan menulis syair tentang seorang sarjana pintar (sesuai kriteria di atas) yang justru sulit untuk mendapat kerja, meski sudah berjalan gontai tak tentu arah, dengan mengandalkan ijazah yang berada ditangannya, sambil menatap awan berarak dengan wajah murung yang jelas terlihat. Sampai-sampai jaketnya lusuh bercampur keringat dan debu jalanan, hingga sarjana tadi putus asa dan berkata “maaf Ibu” karena merasa gagal membahagiakan sang ibu yang telah menyekolahkannya bertahun-tahun, namun tak juga mendapatkan pekerjaan.

Jumat, 07 Oktober 2011

Republika, Rabu 05 Oktober 2011

Kesaktian yang Hilang

Oleh Muhammad Ali Murtadlo
Penulis adalah kader IPNU
PKPT IAIN Sunan Ampel Surabaya

Pancasila tidak terlahir secara sistematis dan terencana. Pancasila sesungguhnya lahir dalam kondisi yang tergesa-gesa karena tuntutan waktu saat itu. Dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di hadapan BPUPKI, Ir Soekarno mengatakan bahwa dasar filosofi itu tidak bisa dibicarakan dan dirancang dengan sistematis, komprehensif, dan rumit.

Menurutnya, bila dasar filosofis berdirinya suatu negara merdeka harus dipikirkan dengan matang dan sistematis, dalam kurung njelimet lebih dulu, maka bangsa itu sesungguhnya tidak akan pernah mencapai kemerdekaannya. Wawan Tunggul Alam (2001) memberikan pernyataan bahwa merdeka terlebih dahulu sebagai jembatan emas, di seberang jembatan emas kemerdekaan itulah masyarakat ini baru disempurnakan.

Senada dengan itu, Stanley Benn (1967) memberikan pandangan. Menurutnya, ada lima kriteria yang bisa digunakan untuk menentukan kenyataan suatu bangsa. Pertama, adanya kesatuan organisasi politik yang disebut 'negara' yang memiliki hukum dan sebagai badan pemberi hukum. Kedua, kesatuan bangsa didasarkan pada kesamaan bahasa dan budaya.

Ketiga, kesatuan bangsa didasarkan pada keterikatan masyarakat pada wilayah tertentu, yaitu tanah air. Keempat, kesatuan bangsa didasarkan pada pewarisan sejarah yang sama. Kelima, kesatuan bangsa didasarkan pada cita-cita bersama. Ada cita-cita positif untuk meniadakan penjajahan atas dirinya dan cita-cita untuk menghadirkan kesejahteraan bagi bangsa itu agar tidak dijajah lagi.

Kriteria yang dipaparkan Benn di atas telah dimiliki oleh bangsa Indonesia, walaupun masih ada beberapa pihak yang menyuarakan tuntutan pelurusan sejarah bangsa ini. Pancasila dalam pandangan penulis, sejalan dengan perspektif Benn, yakni adanya cita-cita positif yang tetap menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang bersatu sampai saat ini.

Apabila mencermati apa yang disampaikan oleh Ir Soekarno di atas, setidaknya ada semacam kejujuran epistimologis bahwa perumusan Pancasila sesungguhnya baru dimulai beberapa saat menjelang diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. "Ketergesa-gesaan" karena tuntutan waktu itu menjadikan Pancasila hanya dapat dipandang sebagai suatu falsafah hidup (Weltanschauung) bukan sistem pengetahuan yang sistematis. Sebagai falsafah hidup, tentu saja Pancasila tidak bisa lagi diganggu gugat, tetapi masih bisa dikritisi dan didalami terus menerus maknanya, guna pencarian ide-ide kreatif dalam membangun bangsa sesuai tuntutan zaman.

Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa ini memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa 'G30S/PKI'. Ketika tuntutan zaman telah berubah, saat itu kesaktian Pancasila dirongrong oleh orang-orang Komunis. Terbukti Pancasila mampu mempertahankan kesaktiannya dan tetap menjadi garda depan sebagai dasar negara.

Indonesia saat ini memang sedang mengalami 'sedikit' sakit. Dirongrong dari dalam oleh masalah yang ditimbulkan anak bangsa sendiri dan dari luar oleh ancaman bangsa lain. Mereka yang dikategorikan sebagai koruptor, perampok, pengacau keamanan, mafia pajak, mafia hukum dan peradilan, aksi terorisme, dan lain sebagainya, adalah sederetan rongrongan dari dalam.

Sengketa tapal batas negara, perlakuan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di negara lain adalah bentuk-bentuk nyata penggerogotan dari luar. Tuntutan zaman inilah yang menuntut bangsa Indonesia harus bisa bertahan dan tidak boleh kalah walaupun telah digerogoti sedemikian rupa.

Dalam upaya bertahan untuk tetap menjadi bangsa itu, kita kadang lupa akan Pancasila. Jika kita melihat situasi saat ini yang terjadi di Indonesia, ketika sikap para pemimpin bangsa cenderung lebih merugikan rakyat, para pemimpin bangsa yang seharusnya memikirkan nasib rakyatnya malah memikirkan perutnya dengan melakukan praktik tak terpuji, yakni korupsi. Kemakmuran memang muncul, tetapi keadilan yang lebih prinsip dari kemakmuran itu belum terwujud.

Kemakmuran hanya menjadi monopoli pejabat dan segelintir kroni-kroni pejabat yang rakus dengan berbagai modus korupsinya. Sementara, masyarakat yang sepantasnya menikmati keadilan itu, terampas haknya karena ulah para koruptor. Menelaah pada realitas tersebut, pantaskah Pancasila masih dikatakan sakti?

Dalam pendekatan epistemologi pragmatis, suatu gagasan atau teori itu benar apabila dapat dikerjakan, dilakukan, dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari guna mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Apabila gagasan atau teori itu tidak bermanfaat dalam upaya mengatasi masalah, maka kebenaran gagasan itu dapat dipertanyakan, dikritisi, dibongkar lagi. Atas dasar pendekatan itu, apakah gagasan-gagasan dalam Pancasila dapat diterima sebagai sesuatu yang benar karena dapat dikerjakan, dilakukan, dipraktikkan sebagai solusi terhadap masalah-masalah bangsa?

Memang, dalam sejarahnya, Pancasila disusun dengan tergesa-gesa. Namun, dalam perjalanan hidup berbangsa, cita-cita positif itu telah dimatangkan oleh masalah demi masalah yang dihadapi bangsa ini. Sudah saatnya bangsa ini memperluas pemikiran tentang arti kesaktian Pancasila yang tidak sekadar sakti terhadap rongrongan ideologi lain, tetapi juga sakti dalam mengatasi masalah konflik keagamaan, konflik kemanusiaan, terorisme, kemiskinan, dan masalah yang paling krusial, yakni korupsi.

Sudah saatnya bangsa ini membuktikan bahwa Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup harus benar-benar mampu menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan yang ada. Pancasila harus kembali menjadi sumber segala pengetahuan bagi upaya mempertahankan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat. Semoga bisa terwujud.

Cara Mengirim Artikel ke Media




Ada banyak kesempatan untuk menulis di media sebagai salah satu ajang aktualisasi dan apresiasi di dunia menulis. Hampir semua media menyediakan rubrik untuk publik. Yang paling umum adalah rubrik opini (bisa dengan nama lain untuk sejumlah media), cerpen, puisi, dan resensi buku.

Bagi seorang penulis "alamat email media masa" dan rubrik-rubrik tersebut sangat dibutuhkan. Pengiriman karya melalui email jauh lebih efisien dibanding dengan menggunakan surat pos. Di internet sebenarnya sudah banyak sekali situs yang menyediakan "alamat media", tetapi dari pengamatan saya, masih banyak email media yang tidak dituliskan (sebagian orang ada yang  merahasiakannya karena takut terasingi). Pada postingan ini, saya ingin berbagi berkaitan dengan alamat-alamat email media beserta nama rubriknya. Selain itu juga menyangkut soal berapa honor yang akan diterima jika tulisan kita dimuat. 

Nama media, rubrik, alamat email dan perkiraan jumlah "honor pemuatan artikel" yang tercantum di sini saya tulis berdasarkan sejumlah sumber (salah satunya adalah FB Qadriea Ku Warastra)  dan pengalaman saya sebagai seorang penulis lepas:

Kompas (www.kompas.com)

Kompas termasuk media yang memiliki begitu banyak rubrik untuk masyarakat. Selain opini, ada rubrik lain yang bisa dicoba seperti Teroka dan Teropong. Bedanya, jika rubrik opini muncul setiap hari, rubrik-rubrik lain ada yang tiap satu atau dua minggu. Ada juga rubrik cerpen dan puisi yang muncul setiap hari minggu. Untuk rubrik Cerpen konon sekarang (sampai juli 2011) di asuh oleh Putu Fajar Arcana, sementara untuk rubrik Puisi di asuh oleh Hasif Amini. 
Alamat email: opini@kompas.co.id / kompas@kompas.com / kompas@kompas.co.id. 
"Honor pemuatan artikel" Kompas konon rata-rata di atas satu juta.

Jawa Pos/Indopos (www.jawapos.com)
Ada beberapa rubrik yang bisa dicoba: “opini”, “ruang putih (esai budaya)”, “di balik buku”, “cerpen”, “puisi” dsb..
Alamat email untuk opini: opini@jawapos.co.id. 
Untuk cerpen, puisi, ruang putih kirim ke dos@jawapos.co.id. Eh, tapi kabarnya sekarang email tersebut sudah diganti, yakni: sastra@jawapos.co.id.

Untuk rubrik Resensi buku kirim ke ttg@jawapos.co.id disertai foto penulis dan cover buku
Oya, email ariemetro@yahoo.com tak lagi digunakan karena, Mas Arif Santoso sudah tidak lagi menjadi redaktur di Jawa Pos tetapi dipindahkan menjadi Pimred di Harian Jogja Raya)

Seputar Indonesia (www.seputar-indonesia.com)
Alamat : redaksi@seputar-indonesia.com. Ada Opini (muncul setiap hari), Kolom Budaya, Resensi, Puisi, Cerpen (ada di hari Minggu saja). Untuk cerpen kirimkan ke donatus@seputar-indonesia.com.
"Honor pemuatan artikel" resensi buku 200 ribu. Honor Opini dan Kolom Budaya 400 ribu, Cerpen 400 ribu, puisi sekitar 200 ribu.

Lampung Post (www.lampungpost.com):
Untuk Esai Budaya/Sastra dan Puisi: lampostminggu@yahoo.com
Honor pemuatan arikel Opini 200 ribu, Cerpen 200 ribu

Media Indonesia (www.media-indonesia.com):
(Panjang resensi buku maximal 800 kata. Begitu juga dengan Opini. Saat kirim lebih baik semua email dikirimi.
Honor resensi buku dan Opini 400 ribu. Nama Kolom Resensi buku-nya: Bedah Pustaka)

Bisnis Indonesia
(Biasanya tulisan yang nyerempet soal bisnis dan ekonomi. Honor sekitar 300 ribu)

Pikiran Rakyat (www.pikiran-rakyat.com) (Jawa Barat):
Untuk Kolom Opini: opini@pikiran-rakyat.com  
Honor Opini sekitar  300 ribu. 
Honor resensi buku  200 ribu.
Honor Cerpen: 300 ribu
Honor Puisi: 200-300 ribu (tergantung berapa puisi yang dimuat)

Koran Tempo (www.korantempo.com)
Untuk Kolom Opini: koran@tempo.co.id
Untuk Resensi Buku, Esai Sastra dan Puisi kirim ke:
Honor cerpen sekitar 700 ribu, Opini sekitar 600 ribu. Resensi buku honor 400 ribu.

Republika (www.republika.co.id)
email tersebut bisa digunakan untuk kirim opini, cerpen (Republika tak ada lagi rubrik puisi). jangan lagi mengirim ke email ahmadun21@yahoo.com, karena dengar-dengar Pak Ahmadun Yosi Herfanda sudah tidak lagi di Republika.  

Direpublika juga ada rubrik Guru Menulis. Kirimkan ke : akademia.republika@yahoo.com dan cc kan ke email utama. 
Kalau cerpen/opininya dimuat kira-kira honornya Rp.400.000. Sementara honor rubrik Guru Menulis sebesar kurang lebih 200ribu. Tetapi sayang, Koran Islami ini kurang menghargai penulis karena honornya dikirimkan dalam waktu yang lama setelah tulisan kita dimuat. bisa lebih dari tiga bulan honor baru dikirim, tentu setelah keringat kita kering. 
Khusus cerpen, dan puisi bisa langsung di kirim ke alamat redakturnya, Bang Ami Herman: amiherman@yahoo.com
Rublik budaya (puisi, cerpen, catatan budaya) muncul setiap hari sabtu, cek saja web-nya, suara karya biasanya disiplin posting.
Nah, Honor pemuatan arikel untuk Cerpen, Puisi dan Opini adalah 150 ribu. kayaknya dari dulu tidak naik-naik.

Suara Pembaruan (www.suarapembaruan.com)
Semua jenis tulisan dikirim ke email itu. Ada Kolom Opini, Resensi buku, Puisi dan Cerpen. Honor cerpennya 400 rb, puisi 300 rb, resensi 150 ribu (lumayan gede lho, meski tentu dipotong pajak). Dulu ada email budaya@suarapembaruan.com untuk kirim cerpen dan puisi tetapi sepertinya email tersebut penuh dan tak lagi dipakai. 

(Setiap hari ada Kolom Opini (namanya Gagasan) dan resensi buku (Perada). "Honor pemuatan arikel" 400 ribu untuk Opini, Resensi buku 280 ribu. Kalau mau dimuat, biasanya ditelfon terlebih dahulu.

Suara Merdeka (www.suaramerdeka.com)
Email umum: naskah@suaramerdeka.info dan wacana_nasional@gmail.com (untuk opini nasional) dan wacana_lokal@gmail.com untuk opini isu lokal. Sementara untuk cerpen dan puisi kirim ke: swarasastra@yahoo.com / ke email redakturnya, Mas Triyanto Triwikromo: triwikromo@yahoo.com
Ini koran Jawa Tengah lho, tetapi sangat terbuka bagi semua penulis dari luar Jateng. Bahkan sebagian besar karya khususnya cerpen dan Puisi didominasi oleh penulis luar Jateng. 
Honor cerpen sekitar 400rb, puisi 300 rb, resensi 200 ribu, opini wacana lokal kayaknya juga 200 rb, dan wacana nasional sekitar 400.000.

Di jawa tengah juga ada tabloid yang namanya CEMPAKA MINGGU INI, terbit setiap jum’at. Ada rubrik cerpen, bisa dikirim ke sontrotku@gmail.com. Honornya Rp.150.000. sayang, tabloid ini tidak ada web nya, jadi kalau tulisan kamu dimuat kadang tidak ngerti. Tapi tetap cantumkan nomor rekening, insya Allah honor tetap dikirim kok.

Kedaulatan Rakyat (www.kr.co.id)
Tiap minggu menampung cerpen, puisi, cerkak, cerita anak, resensi buku. Yang saya jelas tahu adalah email untuk kirim puisi dan cerpen ke kedaulatan Rakyat, yaitu: jayadikastari@yahoo.com. Nah, Honornyanya biasnaya berbeda-beda, kayaknya redakturnya menentukan honornya. Ada penulis kaya Mahwi Air Tawar cerpennya mendapat honor Rp.400.000, saya sendiri pertama kali puisi dimuat di koran ini dihargai Rp.100.000, cerpen pernah dapat honor Rp.250.000. begitu...
KR, meskipun punya situs, tapi tak pernah memposting cerpen dan puisinya. Kenapa ya?

Minggu Pagi
Kantornya di dekat KR, masih satu group. Untuk cerpen, puisi, essai sastra dan budaya kirim ke redakturnya, Mas Latief Noor Rochmans (semoga tidak salah tulis): we_rock_we_rock@yahoo.co.id , emailnya aneh ya, dan memang beliaunya senang lagu rock. Hehe...

Honornya Minggu Pagi sudah naik lho. Cerpen: 150.000, puisi (tergantung berapa puisi yang dimuat), kalo satu kolom untuk puisi diisi hanya puisi kita maka honornya sekitar Rp.100.000. Oya, cara koran yang terbit seminggu sekali tiap Jumat ini menghargai tulisan juga sama seperti KR, masing-masing penulis berbeda2 honornya.

Tabloid NOVA
Cerpen, kirim ke nova@gramedia-majalah.com. Honornya Rp. 400.000.

HALUAN (Padang)
Cerpen dan Puisi kirim ke nasrulazwar@yahoo.com . Kata Esya Tegar Putra, honornya mencapai Rp.200 ribu.

Padang Ekspress
Cerpen dan puisi kirim ke: yusrizal_kw@yahoo.com (Padang Ekpress Redaktur). Sejak tahun ini (2011) Padang ekspess penaikkan honor cerpen menjadi 100 ribu.) Bagi kawan-kawan yang dimuat teman yang ada diPadang untuk minta bantuan mengambilkan honornya, karena koran ini jarang2 mentransfer honor penulis. Yang jelas, jangan sampai lupa tanggal pemuatannya.

HARIAN SINGGALANG (Padang)
Majalah Horizon
Kirim cerpen ke: horisoncerpen@gmail.com, honornya 300 rb
Kirim puisi ke: horisonpuisi@gmail.com, honornya tergantung berapa puisi yang dimuat.
Kalau tulisanmu dimuat di HORIZON, maka akan dikirim sampel majalahnya, jadi, sertakan alamat jelas. kadang-kadang honor juga dikirim lewat wesel, jadi tidak nyantumin rekening tidak masalah.

Selain media di atas, ada beberapa media yang saya tidak tahu persis jumlah honornya, tapi sepertinya berkisar di angka Rp.200.000,-. Ini dia:



(Radar Tasikmalaya)



(Redaktur Sastra Radar Tasik)



(Jurnal Medan untuk cerpen dan Puisi)

(Redaktur Analisa untuk cerpen dan Puisi)
Jurnal Nasional

Majalah Alia

Majalah Bobo

Harian Surya Surabaya

Majalah Mayara Surabaya
cerpenmajalahmayara@gmail.com (cerpen, jangan lupa lampirkan foto)

Radar Semarang, Esai untuk Kolom UNTUKMU GURUKU setiap hari Minggu, kirim ke:

Majalah Esquere
redaksi@esquire.co.id (Majalah Esquire)
cerpen@esquire.co.id (Cerpen Majalah Esquire)

Majalah Kartini

Majalah Story,
memuat banyak cerpen remaja, kirim ke:
erincantiq@gmail.com (Majalah Story)

Catatan Tambahan :

1. Untuk Rubrik Opini, secara umum tulisan berkisar 700-850 kata.
2. Tulisan bisa dimuat satu hari setelah kirim, satu minggu, dua minggu atau bahkan dua bulan setelah kirim, umumnya juga tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
3. Selain actual, kenali karakter media dengan sering mengunjungi webnya masing-masing.

Kalau kemudian tulisan kita dimuat, dan honor tak kunjung dikirim, memang tidak ada salahnya kita menghubungi sekretariat atau bagian keuangan media tersebut untuk menagih hak kita. Tapi, yang jelas berkarya ya berkarya.... jangan dipusingkan masalah honor tulisan.

Saya harap anda juga berkenan memberikan tambahan informasi mengenai "alamat email media" dan jumlah "honor pemuatan artikel", karena w`ktu terus bergulir dan banyak hal yang berubah.

Salam kreatif!
sumber: http://semuaguru.blogspot.com/2011/04/alamat-nama-rubrik-dan-jumlah-honor.html

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India