Oleh: Muhammad Ali Murtadlo*)
Menurut catatan sejarah, selama kurang lebih tiga setengah abad
Belanda menjajah Indonesia. Bahkan menurut Rosihan Anwar (2010), Belanda tidak
mengakui Proklamasi yang dikumandangkan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Belanda
baru mengakui penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 sebagai bermulanya
negara merdeka berdaulat berbentuk federasi, yaitu Republik Indonesia Serikat
(RIS). Sedemikian tegakah Belanda memperlakukan bangsa Indonesia sebagai negara
jajahan?
Penjajahan selama itu tentu banyak sekali pengaruh yang
ditinggalkan. Namun jangan berharap bahwa peninggalan yang diberikan Belanda adalah
peninggalan yang bernuansa keilmuwan. Berbeda dengan negara bekas jajahan Inggris
atau Prancis yang banyak meninggalkan pengaruh positif terutama pengaruh
bahasa, negara jajahan Belanda justru hanya dieksploitasi kekayaan alamnya dan
banyak terjadi tindakan pembodohan. Namun sejak penjajahan itu dihapuskan dari
muka bumi, sebagai bangsa yang santun kita tidak menaruh dendam sedikitpun.
Bahkan hubungan bilateral antara Indonesia-Belanda semakin hari semakin
membaik.
Hingga sekarang, tercatat tak kurang dari 10.000 warga Indonesia yang berada di Belanda, baik untuk melanjutkan studi atau mengadu nasib di sana. Oleh karena itu, Kementerian Agama (Kemenag) melalui program 5000 Doktor mengadakan program penunjang untuk mempelajari bahasa Belanda. Ini merupakan langkah Kemenag untuk “menjajah” balik belanda. Bukan menjajah dalam arti perang senjata atau mengeksploitasi kekayaan alam Belanda melainkan “mencuri” keilmuwan yang berasal dari sana.
Program ini diadakan atas kerjasama Kementerian Agama melaui MORA (Ministry
of Religion Affairs) Scholarship dengan Fakultas Ilmu Budaya departemen Bahasa
Belanda Universitas Indonesia (FIB UI). Rencananya akan berlangsung selama
kurang lebih 720 jam tatap muka atau sekitar 6 bulan. Koordinator Program,
Masduqi pada saat acara pembukaan mengatakan bahwa program ini bukanlah program
main-main, melainkan program super intensif yang nantinya akan berlanjut setiap
tahun dikarenakan banyak sekali kajian keislaman yang literaturnya berbahasa
Belanda. Maka diharapkan program ini nantinya dapat memperkaya kajian keislaman
di Indonesia. Meskipun begitu mempelajari bahasa penjajah ternyata bukanlah
perkara yang susah.
*)
Peserta Program Mora Scholarship dari UIN Sunan Ampel Surabaya.
Tulisan ini dimuat di Koran Harian Surya Surabaya. http://surabaya.tribunnews.com/2015/12/22/mencetak-5000-doktor-kemenag
Tulisan ini dimuat di Koran Harian Surya Surabaya. http://surabaya.tribunnews.com/2015/12/22/mencetak-5000-doktor-kemenag
0 komentar:
Posting Komentar