2015 menjadi tahun yang penuh kelabu bagiku. Tahun yang membuatku merasa bimbang akan makna hidup yang sesungguhnya. Setelah lulus dari UIN Sunan Ampel Surabaya dan dinyatakan sebagai sarjana berprestasi non-akademik penerima penghargaan sebagai penulis di berbagai media massa, Aku semakin bimbang akan langkah hidup selanjutnya. Sepuluh bulan menjalani hari-hari di Kampung Inggris Pare sebagai penuntut ilmu bahasa inggris tak kunjung dapat menunjukanku akan makna hidup yang sebenarnya.
Mimpi untuk melanjutkan studi keluar negeri masih tetap menggebu.
Namun, terkadang aku berpikir apa sebenarnya yang hendak aku cari di negeri
orang tersebut. Benarkah aku hendak menuntut ilmu dengan niat setulus-tulussnya?
Apakah hanya sekedar gaya-gayaan bisa menjejakan kaki di belahan bumi lain?
Atau hanya sekedar mencari tabungan dari uang beasiswa agar dapat digunakanan
untuk kepentingan masa depan? Atau justru hanya sekedar ikut-ikutan? Ah,
rasanya aku belum bisa menemukan jawaban.
Nasib sial ternyata bertubi-tubi mampir di kehidupanku pada
akhir-akhir tahun 2015 ini. Ketidaklolosanku mengikuti program bahasa Inggris
yaang dibiyai oleh Kementerian Agama merupakan awal kegagalan dari beberapa
rencana yang sudah tersusun semenjak kontrak dengan Global English Pare
berakhir. Kemudian berlanjut dengan dinyatakannya aku tidak lolos pada sesi
wawancara LPDP, sebuah program beasiswa bergengsi dari pemerintah. Sejak
itulah, titik tonggak harapanku satu persatu mulai tergoyahkan dan kegagalan
mulai menjadi-jadi. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mencari kerja demi melanjutkan
hidup di kota Surabaya yang begitu kejam.
Mencari kerja ternyata tak semudah yang aku bayangkan sebelumnya.
Mengingat banyaknya para jobseeker yang menyerbu setiap hari. Dibutuhkan
tenaga, waktu dan biaya ekstra untuk bisa mendapatkan pekerjaan sesuai yang
diinginkan. Entah sudah berapa surat lamaran kubuat namun tak satupun yang
mendapat panggilan. Sempat mengikuti Psikotes menjadi pegawai di salah satu
perusahaan Bank namun gagal pada tahap pertama. Iseng-iseng mengirim pesan
singkat di lowongan pekerjaan dari koran, eh setelah lolos tahap psikotes tak
tahunya adalah perusahaan berjangka,
yakni perusahaan yang bergerak dibidang conssultan keuangan. Usut punya usut
perussahaan tersebut sudah menelan banyak korban penipuan. Malang sekali
nasibku.
Ternyata Allah punya rencana lain. Akhir tahun 2015 ini ditutup
dengan banyak kejutan. Entah skenario apa yang Allah tetapkan dan hendak diaplikasikan di hari-hari dalam
kehidupanku. Semenjak keinginan untuk melanjutkan kuliah keluar negeri terhenti
lantaran tidak lolos seleksi LPDP pada bulan september lalu, saya merasa drop,
kehilangan semangat hidup. Terlalu banyak fikiran yang bersemayam di otakku.
Hingga aku merasa berkecil hati dan ingin mengubur dalam mimpi-mimpiku untuk
kuliah keluar negeri.
Kurang lebih selama 3 bulan saya seperti dalam kepura-puraan. Fisik
terlihat sehat namun hati dan fikiran berantakan. Dalam kurun waktu itu, aku
merubah haluan untuk mencari kerja. Kerja apapun, yang penting bisa untuk
bertahan hidup selama di Surabaya. Namun, mendapatkan kerja tidak semudah itu,
apalagi aku tak banyak memiliki keahlian. Hanya mengandalkan pengalaman
mengajar bahasa Inggris dan sertifikat microsoft. Alhasil, tak ada satupun
lamaran kerja yang dapat kudapatkan. Kesimpulannya aku menjadi penganguran.
Setelah mengalami proses seperti itu aku mencoba untuk sebisa
mungkin husnudzon dengan apapun yang terjadi dalam hidupku. Rencana
Allah lebih menggembirakan dari rencana yang ada dalam list kita. Pada akhir
november aku mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga penginapan baru di daerah
sekitar Unesa (Universitas Negeri Surabaya), tepatnya sebelah kiri pas kantor
PW PKB Jawa Timur. Namun hanya bertahan 5 hari dan aku memutuskan untuk
berhenti. Setelah itu, angin segar berhembus aku dinyatakan lulus sebagai
peserta pelatihan intensif kursus bahasa belanda yang diselenggarakan oleh
Kementerian Agama.
Sejak itulah mimpi-mimpi yang sebelumnya meredup, kini mulai
bersinar kembali. Ibarat oase di lautan pasir, aku merasakan kesegaran atas kehausan
kegagalan. Dari situ aku terus menggali makna, bahwa kesuksesan seseorang itu
berbanding lurus dengan usaha dan keyakinan kita. Alhamdulillah, aku menyebutnya ini adalah
berkah di akhir tahun.
Universitas Indonesia, 31 Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar