Pada dasarnya manusia itu memiliki sifat dasar ingin dipuji, seperti need of admiratiaon. Karenanya juga, manusia kemudian ingin sekali memiliki kesempurnaan. Dengan kata lain, manusia pada level tertentu ingin perfectsionis. Pandangan serupa ditegaskan Maslow- di Indonesia pada tahun 90-an nama ini populer dengan teory basic need-nya.
karena dorongan dasariah ingin dipuji, maka manusia akan sulit menerima yang namanya kritik. kritik biasanya lebih dekat menampakkan ketidaksempurnaan atau cela seseoang. orang jawa dengan budaya feodal dan paternalistiknya yang kental menilai orang yang suka mengkritik sebagai orang yang tidak sopan atau uncivilized. Barangkali itu sebabnya ketika presiden soeharto dikritik sembarangan dia akan berang. Dalam tradisi budaya jawa ada adgium atau ungkapan begini: ngono yo ngono, ning yo ojongono. yang artinya: begitu ya begitu, tapi seharusnya jangan begitu.Namun, jauh sebelim budaya jawa berkembang, di india pernah tinggal seorang raja yang dzalim,otoriter. Dia tidak segan membunuh orang yang tidak disukainya, apalagi yang berani mengkritik. Kemudian datanglah seorang pertapa yang alim namanya baydaba.
baydaba setelah melakukan olah batin dan rasa, dengan bertapa kemudian bertandang ke raja tersebut untuk memberikan teguran dan kritik. Tapi yang unik adalah cara bagaimana baydaba mengkrtik tidak seperti mengkritik. Baydaba selalu membuat cerita-cerita menarik yang mempesona dan menyenagkan pikiran dan perasan raja.Biasanya cerita-cerita yang dibuatnya adalah cerita fabel atau binatang. Lewat kemasan cerita-cerita fabelnya baydaba berhasil memperbaiki dan menyadarkan sifat dzalim sang raja tersebut.
Para sastrawan adalah mereka yang memiliki ketrampilan dan kepiawaian dalam membungkus kritiknya. Ambil contoh, Taufiq Ismail dengan puisinya yang berjudul : (AMJOI) Aku Malu Jadi Orang Indonesia. Taufiq mencoba mengajak masyarakat menyadari betapa krisi moral dan akhlak sudah diambang batas, sudah kelewatan dengan maraknya korupsi dan kolusi disegala bidang.
0 komentar:
Posting Komentar