Jika kita disuruh
memilih antara tinggal di desa atau tinggal di kota. Maka jawaban yang dominan
adalah memilih tinggal di kota. Mengapa rata-rata kita senang untuk tinggal di
kota?
Kehidupan di kota
yang serba wah itulah yang menjadi daya tarik sendiri bagi kebanyakan
masyarakat untuk menikmatinya. Sehingga bagi mereka yang tinggal dikota langkah
yang dianggap tepat adalah melakukan urbanisasi. Sekilas, memang kehidupan di
kota terlihat menyenangkan. Padahal secara kenyataan kehidupan di kota justru
lebih soro dibanding tinggal di desa.
Ada kisah menarik
yang patut kita cermati . Ini adalah
dialog Nabi Musa 'Alaihi Salam (AS) dengan ummatnya Bani Israil dalam
pengembaraan mereka di gurun pasir selama 40 tahun. Tujuan Allah menyuruh
mereka mengembara selama 40 tahun di gurun pasir itu adalah untuk mendapatkan
generasi baru yang bermental ulet, tahan uji, tahan derita, berani, berjiwa merdeka,
menggantikan generasi tua yang bermental budak dan manja. Dialog yang terjadi
ini, adalah belum lama setelah mereka diselamatkan Allah dari kejaran Firaun (Parroh)
bersama bala tenteranya.
Dialog ini adalah
antara Nabi Musa AS dengan generasi tua. Seperti telah diketahui oleh, baik
ummat Yahudi, maupun ummat Nasrani dan ummat Islam, Bani Israil selamat dari
kejaran Firaun karena Allah memberikan mu'jizat kepada Nabi Musa AS. Laut Merah
terbelah oleh pukulan tongkat Nabi Musa AS, bani Israil masuk dicelah-celah air
laut yang terbelah, disusul oleh Fir’aun dan bala tenteranya. Setelah seluruh
Bani Israil keluar dari celah-celah air itu, laut kembali bertaut, lalu
tenggelamlah Fir’aun dan seluruh bala tenteranya.
Dalam pengembaraanya
itu Allah SWT memberi anugerah khusus kepada mereka itu seperti firman Allah
pada ayat ke-57 dalam Surat Al-Baqarah. Ada tiga jenis anugerah khusus:
pertama, Al Ghama-mu atau awan pelindung dari teriknya matahari. Kedua, Al Manna, sebangsa lumut rasanya manis yang
mengandung zat yang terdiri dari hidrat arang. Ketiga, As-Salwa, sejenis
burung yang mengandung protein dan lemak.
Dialog mulai dibuka
oleh generasi tua tersebut: (Ya- Muwsa- lan nashbira 'ala- tha'a-min
wa-hidin) wahai Musa kami sudah tidak tahan lagi dengan makanan yang dari
itu ke itu saja. Kemudian mereka meminta lagi agar Nabi Musa berdoa kepada
Allah SWT untuk minta makanan yang bermacam-macam, seperti yang telah pernah
mereka rasakan dahulu. Maka Nabi Musa menjawab: (Atastabdiluwna lladzi- huwa
adna- billadzi- huwa khairun,) mengapa kamu inginkan pengganti yang tidak
baik atas yang sudah baik. Selanjutnya Nabi Musa berkata lagi: (Ihbithuw
mishran, fainnalakum ma- saaltu), turunlah ke kota, di situ kamu akan dapatkan
apa yang engkau kehendaki.
Selanjutnya Allah
SWT menginformasikan kepada kita dalam Surat Al Baqarah ayat 61 seperti
berikut: (Wa dhuribat 'alaihimu dzdzillatu walmaskanatu wa ba-u bighadhabin
minaLla-hi dza-lika biannahum ka-nuw yakfuruwna bia-ya-ti Lla-hi wa yaqtuluwna
nnabiyyi-na bi ghairi lhaqqi dza-lika bima- 'ashaw wa ka-nuw ya'taduwn),
artinya: Dan ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kesengsaraan, dan kenalah
murka Allah disebabkan mereka itu ingkar akan ayat-ayat Allah, dan membunuh
nabi-nabi dengan sewenang-wenang, demikianlah mereka itu kepala batu dan
melanggar batas.
Ada dua hal yang
dapat kita ambil pelajaran dari Q.S Al Baqarah, ayat 61 tersebut. Pertama,
kecenderungan orang desa pergi turun ke kota (down town), berurbanisasi.
Mereka itu mempunyai dorongan keinginan akan kehidupan yang lebih baik, makanan
yang bermacam-macam, fasilitas yang lebih menyenangkan.
Nabi Musa AS
memperingatkan mengapa kehidupan yang baik di gurun (baca: di desa) meminta ganti
dengan kehidupan yang tidak baik di kota. Kita semua sudah tahu, betapa
sekarang bahayanya makanan yang berjenis-jenis itu. Zat pewarna yang merusak
hati, otak dan organ tubuh lainnya. Zat penyedap yang membahayakan kesehatan,
makanan kaleng dengan zat pengawet penyebab kanker, belum lagi yang sudah
kadaluarsa. Ini dari segi makanan, belum lagi udara sehat yang bersih di desa
akan ditukar dengan udara yang sudah penuh dengan zat pencemar di kota.
Kedua, dan
ini tidak kurang pentingnya yaitu secara sosiologis. Masyarakat desa merupakan
suatu keluarga besar. Kehidupannya intim, namun kontrol sosial ketat, sehingga
mudah terhindar dari kemaksiatan. Kontrol sosial yang ketat itu merupakan salah
satu sisi mata uang, sedang sisi yang lain yaitu sistem perlindungan dan
jaminan sosial yang cukup berkualitas. Lalu apa yang dialami oleh penduduk desa
yang sudah berurbanisasi itu?
Frusturasi, karena
sangat berlawanan dengan suasana desa. Suasana keluarga besar dengan kehidupan
intim dan sistem perlindungan dan jaminan sosial seperti didesa sudah tidak ada
lagi dalam suasana kota. Di kota kontrol sosial boleh dikatakan sudah sangat
lemah, kehidupan menjadi nafsi-nafsi individual. Maka mudahlah terjerumus ke
dalam kemaksiatan, karena lemahnya kontrol sosial.
Kehidupan intim
lenyap, bahkan orang bertetangga sudah kurang saling mengenal, dipagari tembok
tinggi, masing-masing sibuk sendiri. Orang menjadi kesepian di tengah-tengah
orang ramai. Kesepian dicoba dihilangkan dengan kehidupan malam, tetapi
penyakit kesepian itu tak kunjung-kunjung hilang.
Dan itulah penyakit
di kota metropolitan, (adzdzillatu walmaskanatu) kehinaan dan
kesengsaraan, (yakfuruwna bia-ya-tiLla-h) ingkar akan ayat-ayat Allah, (yaqtuluwna
nnabiyyi-na) membunuh nabi-nabi, karena sekarang tidak ada nabi lagi, maka
ayat itu berarti membunuh ajaran yang dibawa oleh para nabi. Jadi sudah lebih
hebat dari hanya sekadar ingkar, kepala batu (ashaw) dan melampaui batas
(ya'taduwn).
Maka kita yang hidup
di kota sekarang ini, haruslah menyadari bahaya kedua penyakit itu. Penyakit yang
diakibatkan makanan dan penyakit sosiologis, yang sudah ada sejak dahulu kala
sekurang-kurangnya sejak zamannya Nabi Musa AS.
0 komentar:
Posting Komentar