Judul di atas mungkin terlalu sexy apabila dimaknai secara
dangkal. Namun akan menjadi sesuatu yang bermakna jika dicerna secara
mendalam oleh akal. Ini hanya sebuah refleksi seorang pemimpi yang
berusaha memaknai hidup menjadi lebih berarti.
Bagi kebanyakan orang, pergantian bulan tak menjadi perhatian
serius. Orang yang tak peduli dengan makna waktu, biasanya hanya mengeluh
karena sudah masuk tanggal tua, lantaran keuangan menipis. Dan saatnya menunggu
tanggal muda untuk mendapat bayaran. Bagi pekerja/buruh menerima gaji, bagi PNS
menerima gaji + tunjangan, sedangkan
bagi guru tanggal muda berarti waktu mengambil gaji + uang sertifikasi (bagi
yang sudah bersertifikasi). Namun bagi mahasiswa
awal bulan berarti waktu untuk membayar uang kost-kostan atau untuk membayar
hutang. Seolah-olah pergantian bulan adalah pergantian untuk memikirkan
keuangan.
Untuk membedakan dengan kebanyakan orang, di akhir bulan ini saya
ingin merefeleksikan diri. Ingin berintrospeksi diri, menimbang-nimbang semua pekerjaan
yang telah saya lakukan selama sebulan ini. Aktifitas apa saja yang telah saya
lakukan? Sudah berapa banyak manfaat yang sudah saya berikan untuk orang lain?
Sudah sukseskah saya berkembang? Atau malah sebaliknya, belum sama sekali.
Semua orang pasti memiliki jalan hidup masing-masing. Semua orang
memiliki keinginan sendiri-sendiri. Akan tetapi yang pasti semua orang memiliki
standar hidup untuk menjadi yang lebih baik dari hari sebelumnya. Tak
terkecuali dengan saya. Bahkan boleh dibilang jalan hidup yang saya lalui harus
mengalami progresifitas ke arah lebih maju. Namun untuk mencapai itu, bukan hal
yang remeh temeh. Butuh perjuangan dan kerja keras.
Hidup itu tak semudah membuat kopi, tinggal masak air, tuangkan ke
racikan gula dan kopi (terkadang tinggal gunting sachet), lalu jadi kopi,
kemudian menikmatinya di pagi hari sambil menyatap roti. Bukan. Hidup tak
semudah itu. Bagi saya hidup adalah sebuah perjalanan menuju sebuah kepastian
yang setiap orang pasti merasakannya nanti, yakni kematian. Hidup manusia itu, kata Martin Heidegger
adalah sesuatu kehadiran yang tertuju ke arah kematian. Namun sebelum mencapai
sana, tentu kita harus mengisinya dengan hal-hal yang berarti. Agar mendapatkan
bekal dan dapat hidup di alam selanjutnya dengan penuh kebahagiaan.
Terkadang hidup ini membuat saya bertanya-tanya. Sebenarnya klimaks
(titik puncak kenikmatan) dari sebuah kehidupan itu seperti apa? Karena selama
ini, banyak orang yang rela mati-matian mengejar kesuksesan. Bekerja keras
untuk menjadi jutawan, miliaran, bahkan menjadi orang terkaya sedunia. Akan
tetapi ketika sudah mencapai kenikmatan itu, mempunyai mobil mewah, rumah
mewah, uang berlimpah, istri sholehah, dan lain-lain. Tapi akhirnya juga akan
ditinggal begitu saja. Benar apa yang
dikatakan seorang teman “dan akhirnya semua akan biasa-biasa saja!”.
Meskipun demikian saya tidak hendak menjadi pribadi yang pesimistik
dengan menganggap bahwa semua akan berakhir dengan kematian. Saya ingin memaknai
bahwa hidup sebenarnya adalah sesuatu yang berharga. Mengapa sangat berharga?
Karena kita akan mati. Peristiwa kematian itulah yang menjadikan hidup itu
berharga. Kita harus mampu mengisi kehidupan itu dengan hal-hal yang berharga.
Seperti bahasanya Komarudin Hidayat dalam “Psikologi Kematian”, merenungkan
makna kematian tidak berarti lalu kita pasif. Sebaliknya, justru lebih serius
menjalani hidup, mengingat fasilitas umur yang teramat pendek. Ibarat orang
lomba lari, maka ia akan berpacu karena adanya batas waktu dan garis finis.
Untuk memaknai waktu, saya juga masih belajar menjadi seseorang
yang benar-benar sadar diri. Kesadaran diri itu penting sekali. Orang yang
belum mampu menyadarkan dirinya sendiri terkadang akan membuat dirinya
bermalas-malasan. Menganggap bahwa hidup itu cukup untuk melakukan itu-itu
saja.
***
Bagi saya, April ini bulan yang belum sepenuhnya sempurna. Saya
masih belum bisa merealisasikan target yang saya buat awal bulan lalu.
Kira-kira hanya 80 persen yang saya anggap terlaksana. Itu pun menurut
penilaian subjektif saya bukan objektif dari orang lain. Saya bukan kog tidak
berusaha atau tidak melakukan sama sekali. Hanya saja ada beberapa kendala yang
itu pasti ada dalam hidup.
Sebenarnya tak ada alasan untuk merengek selama kita mau semangat. Tapi
masalahnya hidup itu tak selalu linear. Ada kalanya jatuh-bangun, naik-turun,
cepat-lambat, semangat dan tidak. Hidup pasti ada dua kemungkinan tersebut.
Karena saya sadar bahwa kemampuan manusia terbatas dan takdir Tuhan itu menyempurnakan.
Memang benar, segala yang kita laksanakan tidak semua dari qudrat dan irodah
Tuhan, ada kasb (keinginan dan kemampuan manusia untuk mengerjakan
sesuatu), namun factor X pasti mendominasi. Faktor X itu adalah keberuntungan.
Orang pandai masih kalah dengan orang yang beruntung. Dan keberuntunga itu
datangnya dari Tuhan.
Di akhir bulan ini saya
ingin menegaskan pada diri saya sendiri dan semua yang menganggap bahwa waktu
itu sangat berharga, bahwa kenikmatan dan kesuksesan akan kita raih selama kita
sanggup keluar dari kurungan “kemarin” dan “besok”, lalu masuk ke dalam
momentum “sekarang” (now) dan” di sini” (here). Karena orang yang
selalu berfikir tentang masa lalu sehingga mengabaikan hari ini, ataupun
tenggelam membayangkan hal-hal yang belum terjadi di masa depan berarti kita
telah lari meninggalkan ruang kenikmatan, yakni momentuk “here and now”.
Muhammad Ali
Murtadlo
Selasa, 30
April 2013 M