Pra Keberangkatan Kami Berpose di Bandara Soeta |
Bermula dari keinginan kuat untuk menginjakan kaki di luar negeri,
saya berselancar mencari tiket pesawat promo PP Jakarta-Kuala Lumpur untuk
pemberangkat bulan juni 2016. Saat itu bulan Januari 2016, waktu saya masih
berada di Universitas Indonesia untuk mengikuti shortcourse bahasa Belanda dan
bulan juni, shortcourse itu akan berakhir. Hitung-hitung sebagai refreshing
setelah enam bulan berjibaku dengan ayat-ayat belanda yang aduhai sulitnya.
Kami berangkat berlima orang. (1) Muhammad Yusuf sebagai Pimrom
(Pimpinan Rombongan) karena sudah berpengalaman berkunjung kesana. (2) Tati
Rohayati sebagai penyambung lidah antara kami dan dosennya yang sedang menjadi
peneliti senior di Asian Research Institute (ARI) National University of
Singapore (NUS), Dr. Amelia Fauzia yang apartemennya rela kami tinggali. (3)
Rohmatul Faizah sebagai penyokong dana. (4) Muhammad Arief Auly yang akrab
dipanggil Jhon bersama (5) saya sebagai pengikut yang hanya mengekor kemana mereka
melangkah. Tapi selain sebagai pengikut, saya juga bertindak sebagai pengambil
keputusan sulit saat berada dalam kondisi kritis seperti yang akan saya
ceritakan berikut. Hahaha.
Perjalanan dimulai pada Rabu, 15 Juni 2016 saat teman-teman kursus
sudah pada mudik ke kampung halaman masing-masing. Tinggal tersisa kami berlima
yang kemudian berangkat ke Soekarno Hatta International Airport, Tangerang.
Rombongan terbagi dua kloter karena tiket pesawat berlainan. Tati, Jhon dan
saya berangkat terlebih dahulu pada pukul 14;00 WIB (GMT +7) dan tiba di
Bandara KLIA2 (Kuala Lumpur International Airport) pukul 17;00 Waktu Malaysia
(GMT +8) kemudian disusul oleh Yusuf dan Iza yang pesawatnya delayed hingga
pukul 23.00 Waktu Malaysia baru tiba di KLIA2. Kami bermalam di KLIA2 karena
keesokan harinya akan bertolak ke Changi Airport Singapore.
Tragedi
Missed Flight
Cerita dimulai saat rencana awal akan langsung meluncur ke Changi
Airport Singapore gagal lantaran ketinggalan pesawat. Ceritanya begini. Pagi
setelah makan sahur di Bandara kami keasyikan menikmati waktu tanpa melihat
jam. Ternyata jam telah menunjukan pukul 05;15 padahal pesawat akan take off
pada pukul 06.10. Kami bergegas namun pemeriksaan di imigrasi begitu padat,
alhasil hanya Yusuf yang berhasil naik pesawat, yang lain tertinggal di
Bandara. Padahal kami telah lari-lari bak cinta mengejar rangga. Hahaha. Namun
tetap saja tak kesampaian.
Tiket Kereta Menuju Singapore |
Setelah melalui proses yang panjang di Imigresen Center (aksen
malaysia) dan mengurus tiket akhirnya kami memutuskan untuk menghanguskan
tiket. Pasalnya untuk naik pesawat lagi kami (Jhon, Iza, Tati dan saya) harus
membayar MYR 2.060 atau sekitar RP 6.180.000. Alaamak, bujuboneng, budget
keuangan kami berempat-pun untuk backpekaran ini tidak sampai segitu. Akhirnya
kami putuskan untuk ke Singapore via darat.
Dari KLIA2 kami menuju KL-Sentral via kereta KLIA Expres dengan
ongkos MYR 55 (Rp.165.000)/orang untuk menyambung kereta ke Woodlands
Singapore. Kereta lumayan mahal itu sebanding dengan fasilitas di dalamnya,
bersih dan mewah. KLIA2 ke KL-Sentral hanya ditempuh kurang lebih 28 menit.
Padahal via bus/grabcar bisa satu jam lebih.
Sesampainya di KL-Sentral kami dibuat bingung lantaran kereta yang
langsung menuju Woodlands, kata petugas yang cantik-cantik itu, sudah tidak
berlaku lagi. Kami disarankan untuk naik kereta KTM (Kereta Tanah Melayu) transit
3 kali; KL Sentral-Gemas, Gemas-Johor Bahru, Johor Bahru-Woodlands. Setelah
melalui serangkaian pertimbangan dan saran dari Yusuf yang sudah berada di
Changi Singapore, dengan berat hati akhirnya kami putuskan untuk naik KTM itu.
Ongkosnya lumayan mahal, untuk menuju Woodlands, total kami harus merogoh uang
MYR 57 (Rp. 171.000) dengan rincian: KL-Sentral-Gemas; MYR 31, Gemas-JB; MYR 21
dan JB-Woodlands; MYR 5.
Selain harus mengorbankan uang dengan merogoh kantong lebih, kami
harus rela seharian berada di Kereta. Kuala Lumpur - Johor Bahru berjarak
sekitar 299 KM seperti jarak
Jakarta-Jogja. Kereta baru berangkat dari KL-Sentral pukul 13;00 (waktu
Malaysia) dan tiba di Stasiun Johor Bahru menjelang buka puasa, pukul 19;00.
Sebelum mencari makanan untuk berbuka saya membeli tiket KTM untuk menyeberang
ke Woodlands. Karena kereta baru berangkat pukul 21;00, kami mencari makanan
untuk berbuka puasa. Di depan stasiun Johor Bahru berderet-deret bazar ramadan
yang menjajakan berbagai makanan untuk berbuka. Tanpa sengaja, setelah kami
mengobrol dengan penjualnya, ladalah, ternyata ibu-ibu Madiun. Kami pun akrab
dan membeli makan disitu. Setelah saya bandingkan, ternyata Stasiun Johor Bahru
tak ubahnya seperti Mall DTC di Surabaya.
Bazar Ramadan di Stasiun Johor Bahru |
Dari Johor Bahru ke Woodlands hanya ditempuh 5 menit. Meskipun cuma
5 menit kami harus singgah dulu di kantor imigrasi Johor Bahru. Sekitar 10
menit kami tertahan di sana, untuk menerima berbagai pertanyaan dari petugas
imigrasi lantaran di pasport terakhir tertera cap/stempel keluar dari Kuala
Lumpur dan hanya ditulis keterangan kecil dibawah stempel “missed flight”.
Setelah saya menjelaskan dengan bahasa Inggris, tentunya, petugas itu langsung
menyuruh kami masuk melewati pemeriksaan barang. Waktu itu kami hanya berdua,
Jhon dan saya, berangkat duluan pukul 21;00 sedangkan Tati dan Iza baru
berangkat dengan kereta berikutnya pukul 22;00.
Tak hanya sampai di situ. Petugas imigrasi Singapore jauh lebih
killer. Sesampainya di Stasiun Woodlands kami ikut mengantri untuk pemeriksaan
imigrasi, setelah sepi dan hanya tersisa beberapa orang, mungkin karena melihat
penampilan kami yang lugu dan kelihatan baru pertama kali masuk Singapore, kami
langsung dipanggil petugas dan dimasukan dalam ruangan. Tas kami digledah,
barang-barang dikeluarkan, bahkan HP saya dibuka dan discrol koleksi foto-fotonya.
Mungkin mereka curiga bakal kedatangan teroris lantaran nama kami berdua
berawalan Muhammad dan datang dari Malaysia.
Di dalam ruangan kami menerima sederetan pertanyaan detail mengenai
latar belakang pribadi dan tujuan ke Singapore. Untung kami sudah mengantongi
alamat dosen yang hendak kami tuju, sehingga mereka percaya dan mengiyakan.
Namun tetap saja ada satu petugas, pria, china, yang tak paham bahasa melayu
dan berbahasa Inggris lucu (Inggris Singapore) dengan ngotot dan ngeyel menginterogasi
saya mengenai siapa dan dimana alamat yang hendak dituju tersebut. Setelah
sekitar 30 menit, akhirnya kami dibebaskan dan dipersilahkan melewati pintu
exit dan menghirup udara malam Singapore.
Saya khawatir dengan Tati dan Iza yang berada di belakang. Mereka
pasti akan menerima perlakuan sama dengan kami. Eh, ternyata kekhawatiran saya
buyar ketika melihat mereka dengan ketawa-ketawi berjalan dari pintu keluar
stasiun. Mereka langsung disuruh keluar setelah pemeriksaan pasport karena
sebelumnya saya sudah menjelaskan bahwa kami sebenarnya berempat dan yang dua
cewek di belakang naik kereta selanjutnya.
Sesampainya di Singapore kebingungan semakin bertambah lantaran
kita putus komunikasi. Jika di Malaysia masih bisa mengandalkan wifi untuk berkomunikasi,
di sini tak ada, harus membeli kartu singapore. Setelah muter-muter mencari
wifi dan tak berhasil, akhirnya kami membeli kartu Singtel dengan harga SGD 150
(Rp. 150.000) untuk menghubungi Ibu Amel dan untuk memesan Grabcar menuju ke
Apartemennya. Kami berempat tiba di Clementi Road, kompleks apartemen dosen
National University of Singapore (NUS), pada pukul 01;00 dinihari. Yusuf,
karena kita putus komunikasi dia menunggu di Woodlands dan baru datang pada
keesokan harinya. Akhirnya kami kembali berkumpul 5 orang dan siap menjelajahi
Singapore selama 4 hari berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar