Sejarah
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil di Irak pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam perang salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerussalem dan sekitarnya.
Perbedaan pendapat
Terdapat beberapa kaum ulama yang berpaham salafi dan Wahabi yang tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah bid’ah yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya. Namun demikian, terdapat pula ulama yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi bukanlah hal bid'ah, karena merupakan pengungkapan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Dua pendapat yang berbeda
Dilihat dari sudut pandang hokum syara’ ada dua pendapat yang bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi.
Pendapat pertama
Pendapat pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Alqur’an dan juga Al-hadist. Syekh Tajuddin Al-iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah,, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam kitab
Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.
Pendapat Kedua
Pendapat kedua, yang telah menerima dan mendukung tersebut, beralasan bahwa maulid Nabi adalah Bidah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Imam Ibnu hajar Al-asqolany dan Imam As-Suyuthy. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang yahudi berpuasa pada hari Assyuro sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun . maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam kitab
Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.
Hadist Nabi yang Menjelaskan:
Kekhawatiran ini tidak terlalu berlebihan bila kita lihat sabda Nabi:
“Pada mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing dan akan kembali asing, maka berbahagianlah bagi orang-orang asing, yakni mereka yang telah menghidupkan sunah Nabi, setelah dirusak orang. Orang yang berpegang teguh dengan sunahku ketika terjadi wabah dekadensi moral, pahalanya sama dengan pahala seratus orang yang mati syahid.” (HR. Ibnu Abbas)
dan kekhawatiran akan menjadi hilang jika kita berwawasan secara meluas,memang semua pekerjaan yang kita lakukan dizaman sekarang ini adalah bid'ah,karena tidak dilakukan dan tidak diperintah oleh nabi sendiri,tapi kita tahu bahwasannya bid'ah itu ada 2 macam yaitu bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah sayyi'ah(bid'ah yang jelek dalam artian menyimpang dari syariat), Jadi kita tidak meniru Rosul hanya konteks saja, tapi juga nonkontekstualnya. Berbahagialah orang yang selalu mengagungkan Rosul,dan jangan mudah menganggap sesuatu itu bid'ah dlolalah finnar, Kita tentunya inGin umat islam bersatu padu mengunggulkan ISLAM, jangan mudah trpedaya kaum yang ingin memecahbelahkan umat islam baik dari dalam ataupun dari luar. Alloh selalu bersama orang2 yang benar.
( Kesimpulan )
Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah perbuatan Bid'ah walaupun disinyalir mendatangkan dan memberikan manfaat kehidupan beragama kaum muslimin secara filosofis peringatan maulid Nabi dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan dengan mengikuti segala sunahnya dan menumbuhkan kesadaran akan beragama menuju kesempurnaan takwa, tapi tetap didahului dengan perbuatan Bid'ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidupkonsumeristik,hedonistik, danmatrealistik, punya andil cukup besar terhadap penurunan tingkat kesadaran seseorang, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Maulid_Nabi_Muhammad