Oleh: Muhammad Ali Murtadlo*)
Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) di Perguruan Tinggi menjadi
agenda rutin setiap tahun. Salah satunya di Kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya
yang lebih dikenal dengan sebutan OSCAAR (Orientasi Studi Cinta Akademik &
Almamater) akan dilaksanakan pada hari senin (03/09/2012) hingga tiga hari
berturut-turut.
Ospek merupakan jembatan awal bagi calon mahasiswa yang akan
menikmati bangku kuliah. Mereka yang sebelumnya berstatus siswa secara otomatis
akan berganti status menjadi mahasiswa setelah menjalani Ospek. Secara tidak
langsung Ospek menjadi ritual sakral yang harus diikuti. Jika belum/tidak
mengikuti Ospek berarti status mahasiswa yang bersangkutan belum dikatakan
resmi, karena untuk menjadi mahasiswa harus melewati tangga awal yang namanya Ospek.
Selain itu, Ospek juga merupakan salah satu wahana untuk membekali
mahasiswa baru dengan dasar pengetahuan tentang dunia kampus. Setidaknya dalam ospek
ada dua poin penting yang menjadi indikator utama. Pertama, yang menyangkut
dunia akademik. Kedua, tentang dunia organisasi di dalam kampus, termasuk
sosialisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dalam dunia akademik biasanya akan diberikan materi mengenai
seluk-beluk dunia kampus. Seperti proses kegiatan belajar mengajar di kampus
yang jauh berbeda dengan kegiatan belajar mengajar waktu di sekolah. Kalau di
sekolah guru yang menyiapkan semuanya, di kampus justru sebaliknya,
mahasiswalah yang dituntut untuk aktif mengurus perkuliahannya sendiri. Jika
tidak, mereka akan ketinggalan.
Selain itu mahasiswa juga akan dikenalkan dengan bermacam-macam
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tujuannya adalah untuk membekali mahasiswa
dengan beragam organisasi yang nantinya akan menunjang wawasan dan keilmuwan.
Karena belajar dibangku kuliah hanya beberapa persen, sisanya adalah diperoleh dari
luar kelas, salah satunya adalah dari berorganisasi.
Sebuah
Paranoid
Ospek merupakan tradisi turun-temurun, yang selain dinanti-nanti
juga dikhawatirkan oleh para mahasiswa baru. Mengapa demikian? Mengingat, pada saat pelaksanaan ospek terkadang banyak senior
jahil, menyiksa, dan bertindak sesuka hati. Salah satu contoh yang menakutkan
adalah tindak kekerasan yang kerap dilakukan para senior kepada junior. Tak
pelak, ospek pun menjadi bayang-bayang menakutkan bagi mahasiswa baru. Bahkan
sebagian orang beranggapan ospek menjadi sebuah “paranoid” bagi mahasiswa baru.
Banyak faktor yang menjadikan ospek sebagai ajang kekerasan yang
berujung menjadi sebuah “paranoid” bagi mahasiswa baru. Diantaranya adalah
karena ingin diakuinya eksistensi senior, ajang balas dendam senior, ataupun
anggapan sebagai ‘tradisi turun-temurun’ dari tahun-tahun sebelumnya yang harus
dilestarikan. Sehingga menjadikan mahasiswa baru beranggapan mereka akan
menjadi mangsa empuk bagi para senior. Mereka akan menjadi objek dari
faktor-faktor yang saya sebutkan diatas.
Sebenarnya yang menjadi masalah utama adalah senioritas. Para senior
merasa bahwa hal-hal seperti tindakan fisik merupakan hal yang perlu diberikan
kepada juniornya agar para junior bisa memberikan rasa hormat dan agar terkesan memberikan wibawa.
Padahal, untuk menciptakan kharisma seorang senior yang dihormati
tidak perlu menggunakan kekerasan, bisa dengan menunjukan prestasi baik
akademik ataupun non-akademik. Sebab, dengan berjalannya waktu, para mahasiswa
baru akan mencari para seniornya yang memiliki prestasi untuk dijadikan
‘panutan’ dalam memasuki dunia kampus
Inovatif
& Mencerdaskan
Seiring dengan perkembangan zaman, mahasiswa kini menghadapi
berbagai tantangan yang makin kompleks. Karena itu, ospek yang bersifat kreatif
serta inovatif bagi pengembangan diri menjadi penting karena bisa mendorong
pola pikir mahasiswa. Apalah artinya ospek jika hanya berisi pengenalan dunia
kampus, sehingga mahasiswa tak mampu membaca realitas sosial di masyarakat?
Tentu memuakkan jika melihat banyak “gelandangan” mahasiswa yang
tak tahu-menahu tentang peran mereka di masyarakat. Seolah-olah menjadi
mahasiswa tak beda dari orang-orang yang tidak pernah mengenyam dunia
pendidikan. Apa yang bisa dibanggakan mahasiswa jika tak mau dan tak mampu
menunjukkan peran di masyarakat? Tentu hanya akan dianggap sebagai “sampah” di
masyarakat.
Ospek yang baik adalah kegiatan yang sesuai dengan namanya. Yaitu
untuk mengenalkan dan mengorientasikan mahasiswa baru terhadap lingkungan
kampus. Tidak boleh ada kekerasan, yang justru menjatuhkan mahasiswa baru, baik
kekerasan fisik maupun mental. Sebaliknya, mereka perlu dibekali dengan
pengetahuan dan kedekatan terhadap almamater demi menumbuhkan jiwa
kemahasiswaan yang baik dan rasa sebagai bagian dari keluarga besar civitas
akademika. Sebagaimana telah diatur dalam SK Dirjen Dikti No.38/DIKTI/Kep 2000
yang melarang perpeloncoan dalam ospek.
Hendaknya kegiatan ospek yang menyimpang dan penuh kekerasan tidak
dilakukan lagi, dan diganti dengan kegiatan ospek yang bermanfaat bagi para
mahasiswa. Karena itulah, ospek bisa dijadikan
wahana yang tepat untuk memberikan pencerahan pada mahasiswa baru.
Ospek yang mencerdaskan yakni yang bersifat edukatif. Bukan wahana
balas dendam yang membuka peluang bagi mahasiswa senior untuk melakukan tindak kekerasan
kepada juniornya atau mahasiswa baru. Kegiatan ospek yang inovatif, sehat, dan
bersih dari tindak kekerasan perlu dukungan dari banyak pihak, baik dari pihak
rektorat/dekanat, dosen, karyawan dan mahasiswa. Selain itu juga perlu dibangun
rasa kepedulian untuk menciptakan kegiatan ospek yang mencerdaskan.
*)
Ketua I AMBISI, Jurusan Ahwalus Syakhsiyah (AS/V), Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Tulisan ini terbit di Buletin Ambisi (Edisi IX/4-11 September 2012 M)