Sebaik-baik Manusia Adalah Orang yang Bermanfaat Bagi Sesama (H.R Buchori Muslim)
“Hidup adalah perjalanan waktu dan perpindahan tempat. Kapan pun dan di mana pun kita berada, haruslah memberi manfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Learn, Share, Success! (Muhammad Ali Murtadlo)”

Senin, 27 Agustus 2012

Mewaspadai Ancaman Penyakit Metropolitan

Oleh :
Muhammad Ali Murtadlo
Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, sekaligus pemerhati sosial dan Budaya.

Secara normatif, puasa Ramadan yang dilanjutkan dengan perayaan Idul Fitri baru saja berlalu. Disyariatkannya puasa sebagai upacara ritual manusia dalam relasinya dengan Allah pada hakikatnya adalah untuk menjadi pedoman dalam bertindak. Tuiuan disyariatkannya puasa adalah untuk menuntun potensi positif manusia kearah implementasi yang benar, dan mengerem kejelakan dalam titik minimum.
Puasa yang berarti mencegah atau menahan merupakan syariat yang diturunkan kepada manusia agar manusia tidak melakukan keangkara-murkaan. Melalui puasa, manusia mengekang hawa nafsu dan menahan semua yang membatalkan puasa. Di sisi lain, harus mengembangkan potensi kebaikan, seperti sabar, ikhlas, jujur, dan amanah dalam rangka menuju ketaqwaan. Karena target akhir puasa adalah mencapai derajat taqwa.

Saatnya Balik
Terlepas dari hukum dan syariat puasa, ada fenomena menarik yang tidak bisa dilepaskan dari Puasa dan Idul Fitri, yakni mudik dan balik. Mudik berarti pulang menuju kampung halaman untuk merayakan lebaran. Dan balik yakni kembali ke Kota, tempat peraduan dan mengadu nasib.
Setelah tradisi mudik dan lebaran telah usai, pada minggu-minggu ini merupakan waktu bagi pemudik untuk kembali ke Kota. Pasalnya senin (27/08/2012) merupakan awal untuk memasuki dunia kerja. Bagi siswa saatnya untuk masuk sekolah. Dan bagi mahasiswa saatnya untuk masuk kuliah.
Tidak bisa dipungkiri setidaknya tiap tahun jumlah pendatang baru (urban) terus meningkat. Kaum pendatang baru yang bergabung dalam arus balik adalah gelombang angkatan kerja yang terpesona dengan cerita-cerita sukses yang dibawa oleh para pemudik, sehingga mereka memutuskan untuk mengadu nasib di Ibu Kota. Gelombang urbanisasi ini tentunya akan semakin menambah masalah yang sudah kompleks di Ibu Kota, misalnya, kepadatan, kemacetan, pengangguran, kriminalitas, dan permasalahan sosial.

Sebuah Analogi
Ada kisah menarik yang patut kita cermati. Ini adalah dialog Nabi Musa 'Alaihi Salam (AS) dengan ummatnya Bani Israil dalam pengembaraan mereka di gurun pasir selama 40 tahun. Tujuan Allah menyuruh mereka mengembara selama 40 tahun di gurun pasir itu adalah untuk mendapatkan generasi baru yang bermental ulet, tahan uji, tahan derita, berani, berjiwa merdeka, menggantikan generasi tua yang bermental budak dan manja. Dialog yang terjadi ini, adalah belum lama setelah mereka diselamatkan Allah dari kejaran Firaun bersama bala tenteranya.
Dialog ini terjadi antara Nabi Musa AS dengan generasi tua. Seperti telah diketahui oleh, baik ummat Yahudi, maupun ummat Nasrani dan ummat Islam, Bani Israil selamat dari kejaran Firaun karena Allah memberikan mu'jizat kepada Nabi Musa AS. Laut Merah terbelah oleh pukulan tongkat Nabi Musa AS, bani Israil masuk dicelah-celah air laut yang terbelah, disusul oleh Fir'aun dan bala tenteranya. Setelah seluruh Bani Israil keluar dari celah-celah air itu, laut kembali bertaut, lalu tenggelamlah Fir'aun dan seluruh bala tenteranya.
Dalam pengembaraanya itu Allah SWT memberi anugerah khusus kepada mereka. Ada tiga jenis anugerah khusus: pertama, Al Ghama-mu atau awan pelindung dari teriknya matahari. Kedua,  Al Manna, sebangsa lumut rasanya manis yang mengandung zat yang terdiri dari hidrat arang. Ketiga, As-Salwa, sejenis burung yang mengandung protein dan lemak (Q.S Albaqarah (2) 57).
Dialog mulai dibuka oleh generasi tua tersebut: Wahai Musa kami sudah tidak tahan lagi dengan makanan yang dari itu itu saja. Kemudian mereka meminta lagi agar Nabi Musa berdoa kepada Allah SWT untuk minta makanan yang bermacam-macam, seperti yang telah pernah mereka rasakan dahulu. Maka Nabi Musa menjawab: Mengapa kamu inginkan pengganti yang tidak baik atas yang sudah baik?  kemudian Nabi Musa berkata lagi: Turunlah ke kota, di situ kamu akan dapatkan apa yang engkau kehendaki.
Selanjutnya Allah SWT menginformasikan kepada kita dalam Surat Al Baqarah ayat 61 seperti berikut: Dan ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kesengsaraan, dan kenalah murka Allah disebabkan mereka itu ingkar akan ayat-ayat Allah, dan membunuh nabi-nabi dengan sewenang-wenang, demikianlah mereka itu kepala batu dan melanggar batas.
Ada dua hal yang dapat kita ambil pelajaran dari Q.S Al Baqarah, ayat 61 tersebut. Pertama, kecenderungan orang desa pergi turun ke kota (down town), berurbanisasi. Mereka itu mempunyai dorongan keinginan akan kehidupan yang lebih baik, makanan yang bermacam-macam, fasilitas yang lebih menyenangkan.
Nabi Musa AS memperingatkan mengapa kehidupan yang baik di gurun (baca: di desa) meminta ganti dengan kehidupan yang tidak baik di kota. Kita semua sudah tahu, betapa sekarang bahayanya makanan yang berjenis-jenis itu. Zat pewarna yang merusak hati, otak dan organ tubuh lainnya. Zat penyedap yang membahayakan kesehatan, makanan kaleng dengan zat pengawet penyebab kanker, belum lagi yang sudah kadaluarsa. Ini dari segi makanan, belum lagi udara sehat yang bersih di desa akan ditukar dengan udara yang sudah penuh dengan zat pencemar di kota.
Kedua, dan ini tidak kurang pentingnya yaitu secara sosiologis. Masyarakat desa merupakan suatu keluarga besar. Kehidupannya intim, namun kontrol sosial ketat, sehingga mudah terhindar dari kemaksiatan. Kontrol sosial yang ketat itu merupakan salah satu sisi mata uang, sedang sisi yang lain yaitu sistem perlindungan dan jaminan sosial yang cukup berkualitas. Lalu apa yang dialami oleh penduduk desa yang sudah berurbanisasi itu?
Kehidupan intim lenyap, bahkan orang bertetangga sudah kurang saling mengenal, dipagari tembok tinggi, masing-masing sibuk sendiri. Orang menjadi kesepian di tengah-tengah orang ramai. Kesepian dicoba dihilangkan dengan kehidupan malam, tetapi penyakit kesepian itu tak kunjung-kunjung hilang. Maka kita yang hidup di kota sekarang ini, haruslah menyadari akan bahaya kedua penyakit itu. Penyakit yang diakibatkan makanan dan penyakit sosiologis, yang sudah ada sejak dahulu kala sekurang-kurangnya sejak zamannya Nabi Musa AS. Dan masih banyak lagi penyakit semacam itu di kota metropolitan. Mudah-mudahan kita mampu memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang bukan. ***

Terbit di Koran "Harian Bhirawa" Edisi Selasa, 28 Agustus 2012 M

http://www.harianbhirawa.co.id/opini/51715-mewaspadai-ancaman-penyakit-metropolitan

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India