Sekarang
(Sabtu, 20 Oktober 2012) saya berada di kampung halaman. Kampung dimana saya
dilahirkan. Ketika saya berada disini seakan semua kenangan tempo dulu teringat
kembali. Saya jadi teringat ketika harus mencari rumput untuk sapi, saya teringat
harus menggembalakan kambing sepulang sekolah, saya teringat harus membantu ibu
di sawah ketika musim tanam padi, dan banyak lagi kenangan yang tak bisa
kuungkapkan satu persatu.
Belum
lagi kenangan bersama teman-teman semasa kecil. Ketika main kelereng, main Jumpritan, suri gendem, main karet, main bola, mencari burung, mencari
belalang untuk makan burung, mencari jangkrik, main layangan, memancing, mencari
ikan disungai, bluron, dan masih
banyak permainan yang saya lupa namanya.
Saya
masih teringat betul ketika itu saya masih kelas 4 MI, bersama temen-temen
mandi di sungai (Bluron) yang airnya
agak keruh, saking asyiknya kami bluron
kami tidak menghiraukan bahwa air bertambah keruh, dan ternyata ulah kami
tersebut membuat orang marah. Karena orang ini marah, tanpa diduga dia
melemparkan semua baju kami ke sungai. Posisi Saya yang pada saat itu paling
dekat dengan baju, saya langsung selurup
hendak menyelamatkan. Ketika belum sampai memegang baju, tiba-tiba saya
tenggelam terjebak sumur, karena saya belum lihai untuk berenang akhirnya saya
tenggelam semakin dalam ke dalam sumur. Untungnya ada temen yang berusaha
meraih tangan saya, akhirnya saya bisa terselamatkan. Bisa dibayangkan betapa
takutnya saya saat itu, tidak bisa keukur berapa air sungai yang masuk dalam perut,
dan yang paling saya takuti adalah saya pulang tanpa baju, karena baju saya tak
ditemukan terbawa arus sungai. Sejak kejadian itu sampai sekarang saya masih
trauma, tidak berani lagi bemain-main dengan air sungai. Sampai saat ini saya
nggak bisa berenang.
Ada
lagi, setiap musim kemarau tiba pasti di kampung saya banyak layang-layang
beterbangan. Artinya musim kemarau tiba berarti tiba pula musim layang-layang.
Mengenai layang-layang saya punya cerita menarik. Ketika angin berasal dari
selatan otomatis layang-layang berada di arah utara, kebetulan kampong saya
berada di utara. Ini adalah kebiasaan saya dan temen-temen yakni selain sambil
mengibarkan laying-layang saya menunggu layang-layang yang putus dari kampung
tetangga. Ketika ada yang putus, kami saling kejar-kejaran mengejar
laying-layang itu. Kebetulan saat itu jam 17:00 WIB ada layang-layang Pateran putus. Saya dengan sekuat tenaga
mengejar layang-layang itu. Singkat cerita layang-layang itu jatuh ditangan
saya. Langsung saya berlari membawanya pulang dan menyembunyikannya di rumah.
Hehe, kebiasaan se[erti ini jangan ditiru.
Sebaliknya,
ketika musim hujan tiba kami biasanya
menggeladak burung. Menggeladak burung
adalah mengejar burung yang kedinginan karena hujan, biasanya ketika hujan
lebat. Terkadang kami mendapat burung Cendet, gentilang, burung emprit dan
lain-lain. Saking asyiknya biasanya kami lupa waktu, menjelang maghrib baru
pulang.
Semua
kenangan itu, hanya bisa saya kenang dan tak mungkin bisa terulang. Sekarang
saya sudah tidak lagi mempunyai sapi, tidak lagi punya kambing, sudah tidak
lagi bisa membantu ibu di sawah, dan tidak mungkin saya mengulangi waktu ketika
masih MI dulu, sudah tidak bisa lagi main layang-layang, sudah tidak tidak bisa
lagi menggeladak burung, dan mungkin temen-temen saya pada saat itu sudah tak
ingat lagi dengan kenangan itu. Dan bahkan saya sudah tidak lagi bisa menemui
mereka. Ada yang sudah menikah, ada yang berada di Luar Negeri menjadi TKI, ada
yang melanjutkan pendidikan di Kota, ada juga yang di rumah membantu orang
tuanya bekerja di sawah. Tapi saya yakin mereka punya cerita masing-masing,
mereka punya jalan hidup masing-masing, begitu juga dengan saya. Yang harus
saya lakukan sekarang adalah menikmati apa yang saat ini harus saya jalani,
menatap masa depan dengan penuh kebahagiaan, dan menjemput cita-cita yang
bergelimangan dengan kesuksesan. Mudah-mudahan !!!
Muhammad
Ali Murtadlo
Kampung Halaman,
Bojonegoro, 20 Oktober 2012 M.