Hari
kedua Idul Adha tahun ini, banyak pengalaman menarik yang saya alami. Ketika
baru saja membuka mata bangun dari mimpi panjang saat tidur setelah sholat
subuh HP saya berdering. Ada sms masuk dari Ust Jumali, saya disuruh ke rumahnya.
Ternyata saya diajak keliling Surabaya, mengambil kambing Qurban yang nantinya
akan dibawa ke Pamekasan, Madura.
Pukul 08:45 WIB saya datang ke rumah. Sebelum
berangkat untuk menjemput kambing saya diajak sarapan terlebih dahulu. Setelah
perut terisi, dengan mengendarai Kijang Biru, kami berangkat. Ada beberapa tempat
yang bakal kami tuju. Tempat pertama di masjid Baitul Falah, Ngagel, disana ada
2 kambing yang diambil. Kedua di Masjid At-taqwa, Jl. H.R. Muhammad, hanya satu
kambing. Dan di Masjid At-taqwa, Gayung Kebonsari (Perumahan Injoko) satu
kambing juga. Jadi ada 4 kambing yang kami bawa. Kami tiba di rumah kira-kira
pukul 10:45 WIB.
***
Pukul
14:30 WIB, saya bersama P. Shoim (Mantan RT yang menjadi anak buah Ust. jumali)
berangkat menuju Pamekasan. Dengan membawa kambing yang ditaruh di mobil bagian
belakang kami bertolak kesana. Perjalanan lumayan menyenangkan, hanya saja
ketika sampai di Perbatasan Bangkalan-Sampang, tepatnya di Jalan Raya Lomaer,
terjadi antrean kendaraan hampir 1,5 KM, disebabkan ada jembatan runtuh.
Otomatis pengguna Jalan harus bergantian karena hanya dapat dilewati satu sisi.
Yang saya herankan, saya tidak melihat polisi sama sekali yang menertibkan
disitu, malah warga yang harus bertugas mengatur lalu lintas. Dimana kamu pak
polisi?!!!! Apakah tugasmu hanya menilang?
Ini
kali kedua saya berkunjung di Pamekasan. Setelah dulu sempat bertolak kesana
saat bersama Guru-Guru SMP ketika silaturrahmi di Rumah Ust. Nashirudin yang
pada saat itu melangsungkan pernikahan. Kira-kira setahun yang lalu.
Surabaya-Pamekasan
kami tempuh sekitar 4 Jam, itu karena ada kemacetan di daerah Lomaer, dan
berhenti dua kali untuk sholat Asyar dan Magrhib. Kata P. Shoim, jika jalanan
lancar Surabaya-Pamekasan hanya butuh waktu sekitar 3 jam. Saya percaya aja,
karena dia yang lebih pengalaman.
Bagi
yang belum pernah ke pamekasan saya kasih tahu bahwa jalannya kira-kira mirip
jalanan di tretes, Berkelok-kelok dan menanjak. Hanya saja di pamekasan jarang
kita jumpai orang yang menawarkan villa atau hotel seperti yang ada di Tretes.
Karena memang di sana bukan daerah wisata terkenal seperti Tretes. Akan tetapi
jangan salah, panorama di sana justru lebih asyik. Di sepanjang jalan sebelum
menuju ke puncak di kiri jalan kita disuguhi panorama air laut, pantai, dan
banyak kapal-kapal, hanya saja pantai disana kurang terawat.
Kami
tiba pukul 19:30 waktu setempat. Setiba di sana kambing diturunkan dan kami
langsung disambut dengan beraneka makanan. Ada sate, gule, mie, telur ceplok,
ikan tongkol dan lain-lain. Saya hanya memilih telur, ikan tongkol dan sedikit
kuah gule. Sembari mengobrol dengan tuan rumah kami melahap makanan dan
kemudian disuguhi dengan segelas kopi khas Madura. Inilah yang saya kagumi dari
warga Madura, penghormatan kepada tamu sangat tinggi. Kira-kira pukul 10 Malam
saya baru memejamkan mata.
***
Keesokan
harinya, setelah sholat shubuh, sebelum matahari menampakan sinarnya kami
berkumpul di serambi rumah. Dengan ditemani secangkir kopi Madura saya asyik
ngobrol bersama H. Nashirudin (Tuan Rumah), P. Shoim, P. Mustofa dan P. Khozen
(Keduanya adalah tukang yang hendak mengecat mushola yang sedang dibangun di
sebelah rumah). Obrolan dibuka oleh tuan rumah tentang kambing qurban. Dengan
logat Madura asli tetapi dengan bahasa Indonesia beliau bertanya tentang harga
kambing. Saya menjawab kalau harga kambing di Surabaya itu kisaran satu juta
sampai dua juta, tinggal jenis dan ukurannya. Lho, kog saya tahu? Iya, Saya
tahu dari orang yang kemaren berqurban kambing di mushola tempat saya, katanya dia
membeli kambingnya harga Rp. 1.750.000. kambingnya lumayan besar, warna hitam.
Obrolan
semakin menarik ketika masing-masing menceritakan pengalamannya tentang
kambing. Saya sempat bertanya tentang jenis kambing gibas. Apa ada di sini
(madura) kambing jenis ini? Katanya ada, namun harganya murah. Padahal kambing
jenis gibas besarnya dua kali lipat dari kambing jawa (yang sering dijadikan
qurban di kota-kota). Saya tahu karena saya dulu pernah menggembala kambing
jenis gibas ini. Kambingnya berbulu tebal dan berbadan besar, tanduknya pun
panjang-panjang dan melengkung. Namun saya kaget ternyata disini kambing jenis
ini tidak begitu diminati.
Agak
siang sekitar pukul 07:30, warga kampung Tlagah, Pegantenan, Pamekasan sudah
mulai mengerumum di halaman rumah pak Nashir. Kyai yang bertugas menyembelih
pun sudah datang. Anak-anak pun sudah meramaikan suasana. Saat itu saya diberi
tugas oleh Ust. Jumali untuk mengambil gambar, atau lebih tepatnya sebagai juru
dokumentasi.
Hewan
Qurban yang hendak disembelih saat itu ada 7 ekor kambing dan seekor sapi. Sapi
yang akan pertama kali disembelih. Namun sebelum disembelih sapi dan
kambing-kambing tadi diambil gambarnya terlebih dahulu dengan kertas
bertuliskan nama pekurban yang ditempelkan diperutnya, saya dengan sigap siap
menjepretnya. Al-hasil gambar-gambar kambing telah memenuhi memori Kamera, dan
siap untuk dilaporkan ke Ust. Jumali.
Selain
itu saya juga mendokumentasikan semua aktifitas penyembelihan qurban. Mulai
dari penjegalan, penyembelihan, panjagalan, sampai proses distribusi. Semua
tidak ada yang luput dari jepretan kamera. Sampai-sampai foto-foto narsis pun
saya cantumkan, termasuk foto saya pribadi. Hehe. Saya juga ikut berjibaku
dengan daging kambing. Meskipun tidak banyak berandil, saya ikut membantu menguliti
satu kambing.
Proses
penyembelihan sampai pendistribusian selesai pukul 12:00. Saya merasa kecapekan
meskipun hanya bertugas sebagai juru foto. Akhirnya, saya merebahkan badan dan
ketiduran, saya baru terbangun ketika tuan rumah membangunkan saya untuk ikut
makan siang.
Acara
dilanjutkan dengan do’a bersama anak-anak yatim, yayasan LP3K Darul Ilmi,
Pamekasan. Anak asuh ada sekitar 75 anak lebih yang tersebar di 6 desa, namun
yang hadir saat itu hanya sekitar 20%, karena selain rumah mereka jauh-jauh saat
itu di desa Tlagah sedang hujan cukup lebat, sehingga membuat mereka
berhalangan hadir. Meskipun demikian, tidak mengurangi kekhusukan mereka dalam
berdo’a. Do’a dipimpin langsung oleh Ust. Jumali. Setelah do’a usai kemudian
dilanjutkan dengan makan-makan dan penyerahan daging kurban.
Sekitar
pukul 16:30 saya kembali ke Surabaya bersama Kijang Biru yang disopiri P.
Shoim. Seperti saat berangkat kemaren perjalanan berjalan mulus, hanya saja
terjadi kemacetan di sepanjang perbatasan Sampang-Bangkalan tepatnya di Lomaer.
Bahkan antrian kendaraan lebih parah, berjajar sekitar 4 KM lebih, pengguna
jalan harus besabar dan berjalan merayap. Perjalanan pulang ini bukan hanya
kami tempuh 4 jam tetapi sampai 6 jam. Pukul 23:00 saya baru tiba di Surabaya,
Al-Ikhlas, markas tercinta.
Sungguh,
ini adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan. !
Muhammad Ali Murtadlo
Surabaya-Pamekasan,
27-28 Oktober 2012 M