Sebaik-baik Manusia Adalah Orang yang Bermanfaat Bagi Sesama (H.R Buchori Muslim)
“Hidup adalah perjalanan waktu dan perpindahan tempat. Kapan pun dan di mana pun kita berada, haruslah memberi manfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Learn, Share, Success! (Muhammad Ali Murtadlo)”

Jumat, 09 November 2012

Mengukir Kenangan dalam Kebersamaan (Pengalaman Mengikuti AICIS)


          Rabu, 07 November lalu saya bersama kawan-kawan Ambisi menghadiri acara AICIS (Annual International Conference On Islamic Study). Acara tersebut bertempat di Empire Palace Hotel, Surabaya. Sebenarnya acara ini sudah berlangsung sejak 5 November lalu, mala mini adalah malam puncak, malam penutupan. Kami berangkat pukul 17:00 WIB, bersama kira-kira 80 anak dengan berbagai latar belakang dan niat berbeda-beda.
AICIS merupakan agenda tahunan yang dihelat oleh Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI. Tahun ini bekerjasama dengan IAIN Sunan Ampel Surabaya. Acara yang dihadiri oleh kalangan intelektual dari berbagai Perguruan Tinggi Islam di Indonesia itu terlihat begitu mewah. Dengan tempat begitu nyaman, fasilitas mendukung, dan pelayanan terjamin membuat acara kondusif dan pastinya eksklusif.
Bagi saya menghadiri acara yang bertempat di Hotel Bintang Lima serta bertaraf International merupakan kebanggaan tersendiri. Meskipun bukan merupakan peserta aktif, setidaknya bisa menikmati jalannya acara, dan menikmati segala fasilitas layaknya peserta penuh. Bisa menikmati sajian makanan, minuman dan berbagai hidangan lainnya. Seperti raja dalam semalam, ungkapan itu kira-kira yang cocok untuk saya khususnya, dan bagi kawan-kawan Ambisi pada umumnya.
Satu Jam Bersama Dahlan Iskan
Selain itu, yang paling berkesan adalah saya bisa bertemu langsung dengan Pak Dahlan Iskan, Menteri BUMN, yang saat itu menjadi pemateri dalam seminar terbuka. Pak Dahlan merupakan tokoh favorit saya dan jutaan masyarakat Indonesia. Bukan sekedar bertemu, bahkan saya berdampingan langsung ketika beliau menandatangani pakta anti plagiarisme di atas kain putih yang memanjang di depan ruangan. Meskipun harus berdesak-desakan dengan wartawan saya berusaha untuk lebih dekat dengan beliau.
Ketika memasuki ruangan, saya pun ikut mengekor di belakangnya, namun tidak sampai di depan, hanya di tengah-tengah. Kemudian saya bergegas mencari tempat duduk. Saya duduk di deretan kursi yang sebenarnya khusus untuk para dosen-dosen, guru besar dan orang top lain. Tapi tidak masalah, tidak ada yang mengusir saya.
Ketika Pak Dahlan naik ke podium sontak ruangan ramai oleh suara tepuk tangan. Tepuk tangan semakin riuh saat beliau memulai menyampaikan seminar terbuka. Bagi saya yang membuat istimewa adalah kesederhanaan, kewibawaan, kharismatik, komitmen dan optimitas dari beliau sungguh sangat besar.
Saat itu beliau menceritakan perjalanan hidup dari kecil sampai sekarang, menjadi Menteri BUMN. Sedikit banyak saya sudah paham mengenai perjalanan hidup beliau waktu kecil sampai dewasa lewat novel Sepatu Dahlan. Dari sepatu dahlan itu saya mendapat suntikan semangat, optimis bahwa orang miskin bukan berarti harus selalu menderita. Lulusan MA bukan menjadi alasan untuk tidak bisa menjadi orang sukses. Menyimak perjalanan hidup P. Dahlan membuat saya semakin yakin suatu saat nanti saya akan meraih kesuksesan seperti beliau.
Dari kisah pak Dahlan setidaknya mampu menginspirasi semua orang yang benar-benar mempunyai harapan. Pak dahlan menjelaskan bahwa kehidupannya berubah semenjak beliau merantau ke Samarinda, setelah beliau lulus MA. Beliau pun memberi tips bahwa merantau adalah kunci kesuksesan. Merantau merupakan momentum besar untuk lepas dari belenggu masa lalu. Dengan merantau itu terputuslah hubungan apapun, beban social, dan akan lepas dari romantisme masa lalu, termasuk lepas dari cinta.
Meskipun dari keturunan pesantren beliau tidak mau menjadi Kyai. Karena beliau keturunan pesantren dari pihak ibu tentunya tidak patut untuk menggantikan menjadi kyai. Yang lebih berhak meneruskan estafet pesantren adalah keturunan dari pihak ayah. Untuk itu dari pada nantinya menjadi mantan kyai akhirnya beliau memutuskan untuk merantau. Terbukti dengan merantau sekarang beliau bisa menjadi Menteri BUMN.
Beliau membayangkan, seandainya dulu tidak merantau paling-paling hanya bisa menjadi kepala desa. Jabatan itu sudah termasuk wah, seukuran orang kampung. Seandainya tidak merantau mungkin saat ini sudah menjadi suami dari cewek kampung yang dulu dekat dengan beliau, dst. Intinya, dengan merantau akan mendapat ganti yang lebih baik. Seperti apa yang dikatakan Imam Syafi’I (Syaafir Tajid Iwadlon Amman Tufarikuhu).
Ketika kuliah di IAIN Samarinda, beliau masuk dalam sebuah organisasi Pergerakan Islam. Bahkan pernah mencalonkan sebagi ketua pimpinan pusat pada saat itu. Namun akhirnya kalah dengan lawannya. Beliau pun sering diskusi dengan kawan-kawannya pada saat itu mengenai banyak hal. Salah satunya tentang, kenapa setiap sekolah yang terbaik pasti katholik, setiap Rumah sakit terbaik pasti dari katholik, surat kabar terbaik pun punyanya khatolik, namun mereka tampaknya tidak bisa menemukan titik temu.
Berawal dari “Ruuhul Jihad” untuk menjadikan Surat kabar terbaik adalah milik orang islam, akhirnya beliau mulai menggeluti dunia Jurnalistik. Beliau aktif di Ikatan Pers Mahasiswa pada saat itu. Awal karier beliau All Out tidak diganggu dengan apapun, termasuk ganguan dari kekalahannya mencalonkan sebagai Pimpinan Pusat Sebuah organisasi pergerakan Islam. Dan itu akhirnya terbukti beliau berhasil menjadi wartawan Tempo, dan bahkan mampu menjadi Direktur Utama Jawa Pos Group (Koran terbesar) sampai saat ini, dan menjadi Big Bos di JP Group. Dan ditengah kesibukannnya menjadi menteri, beliau masih menulis yang setiap hari senin dimuat di Manufacturing Hope (MH) Jawa Pos. Tulisannya pun tidak sembarang tulisan, namun enak dibaca dan mengena. Saya menjadi pembaca setia tulisan-tulisan beliau.
Acara semakin seru saat beliau memaparkan ke optimisannya, bahwa 15 tahun kedepan Indonesia akan menjadi Negara Maju. Indonesia akan mengalahkan spanyol, Italia, Prancis, Jepang, Tiongkok dll. Optimitas itu bukan hanya sekedar omongan, dengan bukti pertumbuhan Indeks Ekonomi Makro Indonesia yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Lihat saja sekarang, berapa banyak mobil yang memadati jalan raya, sampek terjadi kenacetan setia harinya. Bisa jadi, 5 tahun kedepan jumlah mobil akan menjadi 2x lipat jumlah mobil sekarang.
Untuk menjadi Negara maju, akan menjadi keniscayaan bagi Indonesia. Caranya harus dengan by design, by kesadaran. Dengan cara memetakan SDM yang ada di Indonesia. Berapa persen sarjana tehnik, berapa persen sarjana geologi, berapa persen pula sarjana akuntasi dan sarjana-sarjana lain agar ada kesinambungan saling membangun di bidangnya masing-masing. Jangan-jangan Indonesia saat ini sedang over di sarjana social, itu yang harus dipecahkan.
Ada 136 juta penduduk Indonesia yang sudah mempunyai fikiran untuk maju. mereka sudah tidak lagi memikirkan besok akan makan apa, minggu depan akan makan apa, lebaran tahun depan bisa beli baju baru atau tidak. Mereka sudah tidak lagi mikir tentang itu. yang mereka fikirkan adalah masa depan. Besok harus bisa membeli motor baru, mobil baru, bahkan membeli rumah baru, dll. Itu yang mereka fikirkan. Sehingga mau tidak mau mereka harus bekerja, bekerja dan bekerja.
Namun masih banyak jebakan untuk merealisasikan hal itu. Jebakan utama adalah masalah birokrasi. Tidak dapat dipungkiri birokrasi merupakan kendala utama. Bisa jadi para elite dan politisi di senayan tidak menginginkan Indonesia menjadi Negara maju, karena akan mengganggu posisinya sebagai elite birokrasi yang boleh dibilang “Dancuk”, kata arek suroboyo. Akan tetapi, jika memang elite dan politisi tidak menginginkan Negara Indonesia menjadi negara maju, 136 Juta penduduk tadi akan terpaksa maju. Demikianlah yang dapat saya paparkan ulang dari pemaparan Pak Dahlan.
Seminar selesai, pak Dahlan pun meninggalkan tempat. Selama kurang lebih satu jam yang penuh makna menurut saya. Mudah-mudahan terulang di lain kesempatan dan mampu membuat saya beroptimis untuk mengikuti jejak-jejak beliau dalam meraih kesuksesan.
Acara dilanjutkan dengan penutupan dan pemberian penghargaan kepada pemakalah  terbaik. Kemudian ditutup dengan penampilan Tim Paduan Suara IAIN Sunan Ampel Surabaya. Serta foto bersama kawan-kawan Ambisi. Hmmm.. Kebersamaan penuh kenangan.

Muhammad Ali Murtadlo
Surabaya, 09 November 2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India