Oleh:
Muhamad Ali Murtadlo*)
Ujian
Akhir Semester (UAS) menjadi agenda rutin setiap menjelang semester berakhir.
UAS menjadi sangat penting karena merupakan evaluasi dari pembelajaran yang
dilakukan selama satu semester. UAS juga menjadi penentu lulus tidaknya seorang
mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan. Tentu menjadi sangat tidak
efektif jika UAS dilaksanakan tanpa ada kejelasan waktu dan jadwal yang jelas.
Di
lingkungan IAIN Sunan Ampel Surabaya, kampus yang (katanya) tercinta ini. UAS
akan dilaksanakan menjelang akhir tahun 2012. Tahun yang diisukan menjadi tahun
terakhir bagi kelangsungan hidup manusia di Bumi ini. Pasalnya, Bangsa Maya meramalkan
bahwa tahun 2012 adalah tahun terakhir dalam penanggalan hitungan mereka. Bumi
akan mengalami proses pemurnian dan selanjutnya peradaban manusia akan berakhir
dan mulai memasuki peradaban baru. Saya tidak hendak memperbincangkan
terjadinya kiamat, toh kiamat adalah hak
mutlak Tuhan. Melainkan melalui tulisan ini saya hendak menanyakan kejelasan
pelaksanaan UAS semester ganjil ini, khususnya di Fakultas Syariah.
Semester
ini, pelaksanaan UAS di Fakultas Syariah, menurut berita yang beredar
diserahkan kepada dosen pengampu mata kuliah masing-masing. Tentu menjadi
sangat tidak masuk akal. Kemanakah fungsi pimpinan, dalam hal ini bagian akademik?
Mereka seolah-olah melepaskan tanggung jawab dalam hal penyusunan jadwal. Jika
yang menjadi alasan adalah pembongkaran gedung, tentu tidak bisa diterima.
Pasalnya renovasi gedung A baru dilaksanakan setelah semester ini berakhir.
Pihak
pimpinan seharusnya memikirkan dampak dari keputusan itu. Apakah bisa efektif
pelaksanaan UAS dengan cara menyerahkan kepada dosen pengampu. Mungkin para
dosen menganggapnya, itu merupakan “angin segar”, karena mereka bisa menentukan
jadwal UAS kapanpun sesuai keinginan. Tapi bagi mahasiswa itu merupakan “angin
tak sedap”, karena ada sebagian dosen yang menentukan jadwal UAS pada hari
Libur Minggu Tenang (LMT). Tentu itu menyalahi aturan, karena LMT adalah waktu
untuk menenangkan fikiran dan merupakan waktu persiapan untuk menghadapi UAS.
Memang
dalam surat edaran dari pimpinan tertera bahwa UAS dilaksanakan mulai 26
Desember 2012 s.d 09 Januari 2013, tapi faktanya tidak demikian. Banyak dosen
yang “memaksa” untuk melaksanakan UAS sebelum tanggal itu. Tentu itu merupakan
“tamparan” bagi mahasiswa, karena bagaimanapun juga UAS butuh persiapan, butuh
waktu untuk belajar.
Mungkin
saya bukan satu-satunya mahasiswa yang menggusarkan hal ini. Semua mahasiswa
yang merasa punya “akal sehat” pasti risau dengan posisi seperti ini. Di satu
sisi mereka ingin berlibur atau rekreasi di hari LMT tapi karena ada dosen yang
“memaksa” untuk UAS, mereka mengurungkan niatnya. Ini merupakan perlakuan
diskriminatif karena LMT adalah hak mahasiswa untuk berlibur.
Fakultas
hukum seharusnya tahu aturan, tahu hak dan kewajiban, bukan seenaknya sendiri
membuat aturan. Buat apa kalender
akademik dibuat jika ujung-ujungnya tidak ditaati. Buat apa akademik dibuat
jika jadwal UAS tidak disusun. Tentu itu menjadi tidak relevan dengan sebutan
Fakultas hukum yang berisi ahli-ahli hukum namun faktanya banyak yang melanggar
aturan.
Seharusnya
pelaksanaan UAS dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang diatur oleh akademik
bukan diserahkan ke dosen masing-masing. Jika demikian artinya pimpinan sudah
menafikan tugas akademik. Dengan alasan apa pihak pimpinan mengambil keputusan
seperti itu? Karena sekali lagi, jika hanya alasan pembongkaran gedung, itu
tidak bisa diterima.
Sudahlah,
saya tidak ingin berkepanjangan memikirkan hal itu. Toh, seribu kali pun saya berontak pasti tidak akan digubris dan
pelaksanaan UAS akan tetap diserahkan kepada dosen masing-masing. Namun saya
sebagai mahasiswa syariah, tentunya rindu. Rindu akan ketertiban birokrasi.
Rindu akan kesejahteraan. Rindu akan berbagai hal yang bisa membuat saya bangga
dengan Fakultas yang saat ini saya jadikan tempat belajar.
Kalau
boleh jujur sebenarnya bukan hanya pelaksanaan UAS ini saja yang menjadi
masalah di Fakultas Syariah. Seperti yang sering kita alami di setiap menjelang
awal semester, pasti terjadi ketidakjelasan jadwal mata kuliah. Ujung-ujungnya
jadwalnya dirubah dan lagi-lagi mahasiswa yang jadi korbannya.
Bahkan,
yang paling miris adalah ketika ujian skripsi. Menurut penuturan salah seorang dosen
senior, ada beberapa mahasiswa yang tidak mampu menjawab pertanyaan penguji,
lantaran dosen pembimbingnya tidak sesuai dengan kompetensi judul skripsi yang
diangkat. Sungguh ini memprihatinkan. Seharusnya pihak pimpinan tidak serta
merta meng-acc judul skripsi yang
sekiranya tidak ada dosen yang berkompeten di bidang tersebut.
Dosen
pembimbing harus sesuai dengan kompetensi dalam judul skripsi. Misalnya, skripsi
tentang ilmu falak, dosen pembimbingnya harus yang berkompeten di bidang falak,
bukan diberikan pembimbing yang kompeten di bidang hukum tata negara atau yang
lainnya. Sehingga mahasiswa benar-benar bisa menguasai apa yang menjadi titik
fokus permasalahan dalam skripsi itu. Saya rasa jika itu diterapkan, tidak ada
lagi mahasiswa yang ketakutan saat ujian skripsi dan sampai ditolak skripsinya
saat ujian.
Saya
tidak menafikan prestasi-prestasi atau sesuatu yang membanggakan yang telah ditorehkan
oleh Fakultas Syariah. Saya juga tidak hendak menyalahkan salah satu orang,
atau salah satu pihak. Ini adalah kewajiban kita semua, Mahasiswa, Sema, Dosen,
Pegawai, Dekan, dan semua yang sekiranya terlibat di Fakultas ini adalah para
civitas akademika yang bertanggung jawab dalam pembenahan Fakultas ini. Untuk bapak
pimpinan yang terhormat (Dekan, Pembantu Dekan dan Staf-stafnya) tolong
fikirkan progresifitas Fakultas ini kedepan. Mudah-mudahan Dekan terpilih
selanjutnya mampu menahkodai Fakultas (tercinta) ini ke arah yang lebih baik.
Semoga !
*)
Mahasiswa yang rindu akan prestasi dan ketertiban birokrasi fakultas Syariah
0 komentar:
Posting Komentar