Saya
baru saja menyaksikan Film Negeri 5 menara pada Sabtu malam Minggu (08 Desember
2012) selesai tepat pukul 00:30 dinihari. Saya menontonnya bukan beramai-ramai
di Bioskop melainkan sendirian di tempat saya tingal. Maklum saya tak berduit
sehingga menonton film di Bioskop saja saya tak mampu. Apa boleh buat saya
menunggu saja ada DVD yang sudah tersebar dan tinggal Copy paste atau download
saja lewat imternet.
Untuk
membaca novelnya sudah saya khatamkan sebelum novel ini difilmkan. Bahkan saya
sudah khatam seri keduanya, Ranah 3 Warna. Awalnya saya tahu Novel itu dari
teman yang saat itu sedang berada di Surabaya, (dia pernah juga kuliah di
kampus saya sekarang, namun dengan beberapa kendala akhirnya dia mengambil
cuti). Dia saat itu sedang mencari tempat menginap untuk semalam, karena
esoknya akan berkunjung di rumah sanak keluarganya di Surabaya. Karena
kemalaman dan saat itu pas turun hujan akhirnya dia minta tolong ke saya untuk
bisa menginap di tempat saya.
Dengan
ditemani rintik hujan Dia bercerita banyak tentang kisah hidupnya. Singkat
cerita dia melihat kertas yang berisikan tulisan saya yang dimuat di Media.
Lalu dia merekomendasikan sebuah novel ini agar dapat memotivasi saya untuk
intens dalam kepenulisan. Memang betul dengan membaca novel ini saya merasa
termotivasi. Seakan-akan sayalah pemeran utamanya yang dapat meraih kesuksesan
bisa berada di Canada, Amerika berkat tulisan yang pernah dimuat di media.
Namun
saya sedikit kecewa dengan film ini. Apa yang ada di film ternyata tidak
sepenuhnya menceritakan kisah terpenting dalam novelnya. Seperti saat si alif
belajar menulis kepada seniornya yang dididik serba keras, atau saat
dramatisasi wajtu penghukuman, atau saat pertandingan sepakbola dengan kiai
said. Momen menarik itu tidak terekam dalam film tersebut. Meskipun demikian dengan
menonton Film itu saya tetap merasa termotivasi untuk terus dan terus semangta
menjalani hidup untu merais cita-cita demi kesuksesan. Intinya Man Jadda Wa
jadda.
Setelah
menonton film itu saya jadi teringat dengan kawan Ambisi. Bertempat di bawah
menara masjid Ulul Albab IAIN Sunan Ampel yang biasa kami jadikan tempat merajut
asa. Ya, setiap kamis sore kami berkumpul di sini, bersama kawan-kawan Ambisi
untuk mengisi sore denga kajian kepenulisan.
Ambisi
merupakan komunitas para pemimpi, komunitas para cendekiawan yang bermimpi
besar, meskipun dalam keterbatasan. Ambisi inilah yang menjadi wadah kami untuk
merajut mimpi, dan berproses menuju kesuksesan. “Keterbatasan bukan lagi
penghalang untukmu wahai sang pelopor perubahan” seperti itulah kira-kira
cuplikan lirik Mars Ambisi yang merupakan pendobrak semangat bagi kami.
Di
bawah menara masjid yang mengilhami kami untuk membentuk komunitas seperti yang
ada di N5M, Negeri 5 Menara. Bahkan
lebih dari itu. Kami terus bermimpi untuk menjadi aktor utama dalam sebuah
kesuksesan. Kesuksesan yang bertumpu pada proses bukan pada pencapaian tanpa
proses. Kami yakin tak ada kesuksesan yang diraih tanpa kerja keras. Mustahil
kesuksesan akan dicapai tanpa usaha yang mumpuni. Selain usaha kita juga butuh
do’a. Pepatah mengatakan usaha tanpa do’a adalah sombong, do’a tanpa usaha
adalah bohong.
Masa
depan kita masih panjang. Kehidupan pun menawarkan berbagai macam kemungkinan,
Mungkin bahagia, mungkin sengsara, mungkin gagal dan mungkin bergelimangan kesuksesan.
Tapi saya yakin kesuksesan itu akan tercapai. Kebahagiaan itu akan teraih selagi
kita memupuk diri dengan penuh keoptimisan. Mudah-mudahan mimpi itu tak sebatas
hayalan. Mari kawan, Semangat meraih impian !
0 komentar:
Posting Komentar