Masih
berkutat tentang masa kanak-kanak. Mengapa saya mengatakan masa kanak-kanak
bukan masa lalu. Karena ketika mendengar kata kanak-kanak fikiran kita akan
terbayang kepada masa menyenangkan dimana saat itu terukir kenangan-kenangan
yang sulit terlupakan. Namun ketika menggunakan masa lalu kita hanya akan
terjerambab dalam masa lalu yang penuh dengan kenangan yang harus dilupakan.
Tentu kalian pernah dengar ungkapan ini “ Masa lalu biarlah berlalu”. Bagi saya
masa kanak-kanak lebih menyenangkan daripada mengatakan masa lalu.
Saya
menulis ini bukan maksud apa-apa, karena memang sekali lagi ini terlalu sulit
untuk dilupakan. Siapa tahu dengan saya menceritakan segala kenangan tentang
masa lalu itu bisa menjadi pemantik semangat untuk menggapai masa depan. Masa
depan cerah seperti yang kita harapkan. Menjadi manusia-manusia yang
bergelimangan kesuksesan.
Saya
yakin, kalian yang membaca tulisan ini pasti punya masa lalu. Entah
mengharukan, menyenangkan atau bahkan menyedihkan, pasti punya. Ternyata dengan
mengingat-ingat masa lalu, kita akan merasakan kepuasan tersendiri. Terkadang bisa
tersenyum sendiri, ketawa bahkan merenung. Itu yang sering saya rasakan, tak
tahu dengan kalian.
Kalian
pasti setuju dengan saya bahwa masa-masa sekolah adalah masa dimana kita
mengukir kenangan. Masa dimana banyak aktifitas kita lakukan disekolahan.
Bahkan boleh dibilang waktu kita tersita hanya karena sekolah. Waktu 24 jam
yang kita punya 25% bahkan lebih, kita habiskan dibangku sekolahan.
Seperti
yang saya ceritakan di catatan sebelumnya. Saya sekolah di Mts At-Tanwir.
Sekolahan yang bagi sebagian orang dianggap sebagai gudangnya hafalan. Bahkan
ada adagium yang mengatakan “Jika tidak kuat dengan hafalannya nanti bisa
strees”. Saya tertarik dengan adagium yang mengatakan itu. Bener nggak sih
seperti itu? Saya ingin membuktikan. Ternyata setelah saya menyelami proses
pembelajaran, awalnya memang begitu.
Setiap
minggu kami harus menghafalkan mulia dari pelajaran mahfudlot, hadist, tafsir,
b.arab, dan lain-lain. Namun saya merasa itu belum seberapa dibanding dengan
yang harus dihafal ketika belajar di pondok pesantren. Mulai dari hafalan
nadhom imrity sampai alfiyah dan semacamnya. Saya berkomitmen bahwa tidak ada
kata tidak bisa, tidak mampu dalam kamus hidup saya.
Namun
Alhamdulillah setelah beberapa lama saya terbawa juga dengan atmosfer At-tanwir. Saya terbawa dengan guru-guru yang
menyenangkan, teman-teman yang meyenangkan pula, teman-teman yang super menurut
saya. Saya masih ingat ketika berkumpul bersama sebelum berangkat. Kebiasaan
kami berempat (Saya, Imam, Adi dan Athok) setiap berangkat sekolah berkumpul
dahulu di Rumah Athok. Saya yang biasanya paling rajin, berangkat pertama.
Karena rumah saya terbilang paling jauh. Saya harus mampir di rumah adi, imam,
athok baru kemudian berangkat.
Dibawah
teriknya matahari dan diatas jalan penuh batu bercadas kami kayuh sepeda penuh
semangat. Teriknya matahari tak mampu menyurutkan semangat kami untuk berangkat
menuju tempat mengais cahaya. Ya cahaya, kerena Ilmu itu adalah cahaya. Seperti
apa yang disampaikan ust. Muadzin (Guru Mahfudlot kelas 2 Mts) (Ilmu Nuurun Wa Nuurullahi Laa Yuhdaa Lil
‘Aashiy). “Ilmu itu cahaya dan cahaya Allah tidak akan ditunjukan kepada
orang-orang yang berbuat maksiat”. Seperti itulah kira-kira cuplikan mahfudlot
yang merupakan curhatan Imam syafi’I kepada gurunya (Waqi’) terkait dengan
sulitnya menghafal. Waqi’ mengatakan Sulitnya menghafal adalah karena sering
melakukan maksiat.
Menarik
sepertinya berbicara tentang mahfudlot. Pelajaran Mahfudlot merupakan pelajaran
motivasi kata mutiara hikmah dalam bahasa arab. Jadwalnya seminggu sekali
pertemuan. Mahfudlot inilah yang membedakan sekolahan kami dengan yang lain. Kami
harus menghafalkan setiap syair yang diajarkan. Setiap ada materi baru kami
harus menghafalkan. Belakangan saya tahu ternyata mahfudlot ini mengadopsi dari
mata pelajaran Pondok Modern Gontor. Tidak bisa dipungkiri karena memang
sekolahan kami mulai dari kurikulum sampai mata pelajarannya hampir sama dengan
kurikulum yang diterapkan di Gontor, Guru-gurunya pun sebagian ada yang lulusan
Gontor.
Mahfudlot
juga merupakan pelajaran yang sangat penting menurut saya. Ketika sekarang saya
sudah mengenyam bangku kuliah mutiara-mutiara hikmah itu masih terpatri dalam
otak, dan menjadi pemantik semangat untuk terus berjuang menuju kebahagiaan di
masa depan. Meskipun tidak semua saya ingat namun setidaknya masih ada beberapa
yang masih saya ingat. Ketika saya malas saya teringat dengan pernyataan
Sholahudin Asshofadiy (W 764 H) “al-jadu
fil jidi wal hirmanu fil kasali# Fanshob Nusiib An Qoriibin Ghoyatal Amaali”.
Kira maksudnya begini; Kemulyaan itu terletak pada kesungguhan dan penyesalan
itu akan berakibat bagi pemalas# Berpayah-payahlah niscaya akan tercapai semua
mimpimu dalam waktu secepatnya. Ungkapan yang sudah ber-abad-silam itu masih
relevan jika kita terapkan dalam kehidupan kita saat ini.
Bukan hanya itu, ketika berbicara masalah
cinta, saya teringat wasiat Abdullah Bin Sydad (W 83 H). Ketika itu ada seorang
pemuda yang sowan ke beliau. Beliau
menuturkan “Hai Anak muda jika engkau mencintai sesuatu (seseorang) maka jangan
berlebihan, begitu juga ketika engkau membenci sesuatu (seseorang) janganlah
melampaui batas.” Lebih jelasnya beliau memaparkan:
“Ahbib Habibaka Haunan Ma # Asaa An
Yakuuna Baghidoka Yauman Ma
Wabghid Baghidoka Haunan Ma # Asaa
An Yakuuna Habibaka Yauman Ma
Waahbib Idza Ahbabta Hubban
Muqoriban # Fainnaka Laa Tadri Mata Anta Naazi’un
Waabghid Ida Abghodta Bughdan
Muqoriban # Fainnaka Laa Tadri Mata Anta Roji’un”
Ketika berbicara tentang waktu saya teringat dengan
pernyataan Mahmud Syami Basya Al-Baarudi (W 1322 H) dalam “ Fiintihazil Furshoti” (Memanfaatkan
Waktu).
Baadiril
furshota wahdar fautaha # fa buluughul izzi fi nailil furosi
Waghtanim
umroka ibbaanas shiba # fahuwa in zaada ma’a syaibi naqoso
Wabtadir
mas’aaka wa’lam # anna man baadaro shoida ma’al fajri qonaso
Inna
dzal hajati in lam yaghtarib # an khimahu mistlu thoirin fi qofasi
Bait
terakhir kira-kira maksudnya seperti ini: Sesungguhnya seorang yang mempunyai
Hajat (Mimpi, cita-cita, asa dan semacamnya) apabila tidak bertindak dari
tempat persinggahannya seperti burung yang terkurung dalam sangkarnya. Sebenarnya
masih banyak sekali ungkapan motivasi yang saya dapat dari pembelajaran selama
6 Tahun di At-Tanwir.
Terlepas
dari pelajaran mahfudlot saya ingin bercerita tentang masa-masa sekolah. Jangan
dikira saya tidak pernah bertindak nakal. Hidup tanpa diselingi dengan sesuatu
yang kontra rasa-rasanya kurang lengkap. Hanya akan stagnan dengan satu sisi,
padahal hidup adalah beberapa sisi yang harus dilewati.
Awal
saya melakukan tindakan yang kontra adalah ketika saya harus masuk pagi,
tepatnya kelas 3 Mts. Setiap hari sabtu pasti diadakan upacara pagi, jam 06:30
harus sudah berada dilapangan. Saya berempat sering (tidak sering banget) datang terlambat, padahal kami sudah berusaha
berangkat pagi. Tapi kami tidak pernah dihukum. Loh kog bisa? Iya, caranya kami
tidak masuk ke sekolahan dulu, nunggu upacara selesai, baru ketika upacara
selesai dan suasana aman (tidak ada satpam dan PPM Keamanan), kami baru
berjalan menuju sekolah. Tas dan sepedah dititipkan di rumah warga kira-kira
100 Meter dari sekolahan, kami hanya menenteng beberapa buku dan Pulpen.
Tindakan yang tak patut untuk ditiru. (Bersambung)
Muhammad Ali Murtadlo
Surabaya, 06 November 2012 M
2 komentar:
assalamualaikum saudara santri...!
salam kenal nih...ane Azmi dari alumni Darussalam Gontor,
ditunggu kiprahnya di masyarakat! BE YOUR BEST...Ma'an Najah !!
Wa'alaikumusalam Ustadz..!
Insya'allah. Mudah-mudahan Allah memudahkan jalan hidup kita. Amiin.
Posting Komentar