Saya
bukan termasuk mahasiswa yang masuk Perguruan Tinggi Lewat jalur SNMPTN, tetapi
saya memiliki pengalaman menarik terkait perjuangan saya untuk bisa masuk
Perguruan Tinggi yang saya idamkan.
Saat
itu, saya sudah mengikuti Ujian Nasional namun belum ada pengumuman kelulusan,
tiba-tiba Guru BK memanggil 5 anak dari kelas saya untuk menghadap
ke kantor kesiswaaan sepulang sekolah, saya termasuk salah satunya. Awalnya
saya tidak mengerti maksud dipanggilnya ke 5 anak ini. Saya ikuti saja tanpa
banyak bertanya.
Di
kantor kesiswaan ternyata yang dipanggil bukan kami berlima saja. Ada 20 anak
perwakilan dari empat kelas. Kelas IPA 1, IPA 2, IPS 1 dan IPS 2, kebetulan
saya dari kelas IPA 1. Di sana dijelaskan bahwa kami 20 anak adalah siswa
terpilih dari semua kelas untuk berkesempatan mendaftar ke Perguruan Tinggi
melalui program PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi), Program dari Depag
(Departemen Agama).
Saya
yang notabene suka dengan sesuatu yang tanpa biaya dan tanpa merepotkan orang
tua sontak sangat senang, meskipun belum tentu bisa diterima karena harus
melewati persyaratan dan perjalanan yang sangat panjang. Saya harus melengkapi
berkas-berkas yang begitu rumit, seperti mengurus Akta Kelahiran, Surat KK
(Kartu Keluarga), KTP (Kartu Tanda Penduduk), Rekening Listrik 3 Bulan
Terakhir, dan lain sebagainya. Saya masih ingat waktu itu harus mengurus
sendiri kartu KK di Kantor Kepala Desa dan Kantor Pencatatan Sipil. Dan juga
mengurus KTP di Kantor Kecamatan yang saya lakukan sendiri tanpa merepotkan
orang tua.
Setelah
berkas persyaratan itu lengkap, saya juga harus mengurus surat-surat lain,
seperti surat rekomendasi dari pihak Sekolah dan Pesantren. Pada saat itu
pengasuh pesantren sulit sekali untuk ditemui, saya harus bolak-balik ke-Ndalem untuk sekedar minta tanda tangan
yang sangat berharga itu. Saya dan teman-teman waktu itu harus pulang sore
menjelang magrhib hanya untuk mengurus segala berkas-berkas itu.
Setelah
berkas beres, selang beberapa hari saya dikagetkan dengan pengumuman
selanjutnya. Bahwa berkas yang saat itu saya kumpulkan dengan penuh perjuangan
ditolak oleh pihak pengelola PBSB, dengan alasan melebihi kuota. Maksimal
setiap Pondok pesantren hanya boleh mendelegasikan santrinya sebanyak 10 anak.
Pesantren saya yang waktu itu menyetorkan 20 berkas otomatis 10 berkas yang
lain ditolak. Saya termasuk salah satu berkas yang ditolak.
Tidak
bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya waktu itu. Saya merasa sangat terpukul
dengan kejadian itu. Namun ada kabar gembira dari Guru BK, berkas yang ditolak
oleh PBSB itu akan didaftarkan melalui jalur Program Bidikmisi (Beasiswa
Pendidikan bagi Keluarga Miskin Berprestasi), salah satu program baru dari Kemendikbud
tahun 2010. Fikiran yang sebelumnya carut marut bisa sedikit terobati dengan
kabar itu.
Selang
beberapa hari saya mendapatkan kartu peserta test. Waktu itu saya mendaftar di
IAIN Sunan Ampel Surabaya. Test dilaksanakan di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Saya
bersama tiga anak lainnya, berangkat naik kereta api. Ini adalah pengalaman
pertama saya menginjakan kaki di Kota Metropolitan Surabaya. Sempat bingung dan
akhirnya sampai di IAIN dengan selamat. Kami disambut oleh kakak kelas dari
At-Tanwir yang waktu itu sudah berada disini. Saya berempat menginap di kontrakan
kakak tadi.
Test
waktu itu ada dua sesi, test tulis dan lisan. Test tulis berupa test Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Psikotes. Alhamdulillah dengan
percaya diri saya kerjakan soal-soal itu. Sedangkan test lisan berupa wawancara
dan membaca Al-Quran. Tanpa ragu saya jawab semua pertanya dari pihak pengetes.
Waktu itu pesertanya hamper 500 anak sedangkan yang diterima hanya 75 anak.
Lama
sekali jarak antara test dengan pegumuman penerimaaan. Saya waktu itu ragu, saya
diterima atau tidak. Sesekali saya bertanya ke Guru BK tentang pengumuman, tapi
tidak ada jawaban pasti. Baru selang satu bulan kira-kira, penguman itu muncul
di Website IAIN. Lagi-lagi saya kecewa nama saya tidak tercantum di daftar yang
diterima. Berulang kali saya pelototi satu-persatu, ternyata nihil, nama saya
memang tidak tercantum. Dan ternyata nama saya berada di daftar cadangan.
Menggantung, karena cadangan merupakan nama-nama yang diterima tidak ditolak
pun tidak.
Waktu
itu saya setiap malam melaksanakan sholat malam dan tidak berhenti-hentinya
berdo’a. Meminta bantuan do’a kepada orang tua, teman-teman, adik-adik, dan
para kerabat terdekat. Mudah-mudahan ada anak yang diterima namun tidak
mengambilnya, dan daftar cadangan akan dipanggil untuk menggantikannya.
Di
kekosongan waktu menunggu pengumuman yang tidak jelas kabarnya itu saya ikut
kakak di Jombang. Di sana saya berkelana mencari informasi di kampus-kampus
swasta ternama yang ada di Jombang. Saya menyambangi Bag. Akademik UNDAR (Universitas
Darul Ulum), UNIPDU (Universitas Pesantren Darul Ulum), STIKOM Amik, IKAHA (Institut
Keislaman Hasyim Asyari), STIKIP PGRI, Sampai pernah blusukan di Kantor Ma’had A’li Pon. Pes Tebu Ireng, semuanya hanya
mencari informasi dan tidak ada yang sreg
di hati. Saya dan kakak hanya bertanya-tanya dan meminta brosur pendaftran
Mahasiswa Baru. Sungguh malang nasib saya saat itu.
Untuk
lokasi yang terakhir ada cerita menarik. Ketika baru masuk di Kantor Ma’had
Ali, saya dan kakak disambut dengan menggunakan Bahasa Arab. Meskipun tidak
paham benar apa yang dikatakan, setidaknya saya bisa menangkap apa yang
diperbincangkan kakak saya dengan petugas kantor itu. Setelah selesai, saya
menyempatkan diri Ziarah di Makam sang Guru Bangsa, K.H Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) untuk sekedar membaca Yasin dan Tahlil.
Ternyata
do’a saya terkabulkan. Selang beberapa hari saya dihubungi oleh guru BK bahwa
saya masuk sebagai penerima Beasiswa Bidikmisi di IAIN Sunan Ampel Surabaya karena ada anak yang tidak melakukan
daftar ulang. Keesokan harinya saya langsung diajak beliau untuk segera
mengurus Heregistrasi ke Surabaya dengan menyerahkan Fotocopi ijazah dan
melengkapi berkas-berkas lainnya. Akhirnya setelah saya melaksanakan daftar
ulang resmilah saya sebagai mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam hal ini
saya tidak akan melupakan jasa dari Guru BK tersebut, Pak. Surono.
Kepada
adik-adik kelas yang berkeinginan untuk masuk perguruan tinggi idaman,
janganlah takut dan jangan ragu, kalian pasti bisa. Selagi ada keyakinan dan
kemauan yang kuat serta ada perjuangan yang hebat, kalian pasti akan diterima.
Intinya kalian harus berusaha. Setiap kita menginginkan sesuatu sebenarnya
mudah, hanya butuh usaha, kerja keras dan do’a. Salam sukses buat kita semua
!!!
Muhammad
Ali Murtadlo, Salah satu mahasiswa penerima Beasiswa
Bidikmisi Tahun 2010, di Jurusan Ahwalus Syakhsiyah, Fakultas Syariah, IAIN
Sunan Ampel Surabaya. Lahir di Teleng, Sumberejo, Bojonegoro pada 19 Maret 1993
M. Lulusan MAI At-Tanwir, Bojonegoro. Saat ini sedang belajar menulis Artikel,
Esay, Cerpen, maupun Puisi. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media seperti,
Republika, Suara Karya, Radar Surabaya, Harian Surya, Duta Masyarakat, Harian
Bhirawa, dan dimuat di beberapa buletin kampus. Bisa dihubungi di
+6285730723885 atau aldo_murtadlo@yahoo.com.
Kunjungi Webnya di aldomurtadlo.blogspot.com
1 komentar:
waw sip
Posting Komentar