|
Ketemu pendaki cilik dari Bandung |
|
Semua
orang punya cara masing-masing untuk menghabiskan momen akhir tahun dan
menyambut tahun baru. Bagi masyarakat perkotaan, tahun baru identik
dengan perayaan yang disimbolkan dengan pesta,
ngumpul sama
kolega, sahabat, dan dipungkasi dengan penyalaan kembang api tepat di
detik pertama menjelang tanggal satu, tahun berikutnya.
Bagi masyarakat
pedesaan yang awam masalah hiruk-pikuk kemajuan zaman, mungkin banyak
dari mereka yang tidak menyadari, bahkan tidak mengetahui bahwa momen
tahun baru adalah waktu yang sangat spesial. Lantas apa sebenarnya makna
dari pergantian tahun?
|
Tim Lengkap Sebelum Meninggalkan Rakum |
|
Bagi saya, momen akhir tahun
adalah waktu untuk merefleksi dan berintrospeksi diri mengenai apa yang
telah dilakukan selama setahun sebelumnya. Dan kemudian menyambut tahun
baru dengan berbagai harapan dan resolusi hidup untuk dilaksanakan di
tahun mendatang. Merefleksikan diri dengan berbagai aktifitas selama
setahun adalah sebuah keharusan guna menunjang taraf hidup kita di tahun
berikutnya. Setidaknya, dengan itu kita bisa mengukur, seberapa
beruntungkah kita.
|
Bersantai di Tanjakan Cinta |
Berbeda dengan tahun sebelumnya,
refleksi akhir tahun 2013 dan resolusi awal tahun 2014 ini saya lakukan
bersama 15 teman lain yang tergabung dalam sebuah organisasi “DMI”
(Dahlanis Mahasiswa Indonesia). Di momen ini saya mendapatkan kesempatan
untuk melakukan refleksi dan resolusi hidup di Ranu Kumbolo. Ranu
Kumbolo berada di ketinggian +- 2400 Mdpl, terletak di jalur pendakian
Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur.
Untuk menuju ke sana,
ada banyak cara. Namun, untuk mencapai Ranu Kumbolo, kita harus jalan
kaki dari Ranu Pani. Kami berangkat dengan naik motor ke Ranu Pani.
Rencana awal berangkat tanggal 30 Desember 2013 pukul 04;00 WIB, namun
karena berbagai hal, pukul 05;00 WIB kami baru
hangout menuju
Semeru. Perjalanan kira-kira bisa ditempuh paling cepat 5 jam dari
Surabaya sampai Malang untuk menuju pintu masuk TNBTS (Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru).
|
Suasana Hening dengan puluhan tenda-tenda |
Perlengkapan pendakian jauh-jauh
hari sudah saya siapkan. Tas carier, matras, sleeping beg, dan berbagai
perlengkapan logistik lainnya. Tinggal berangkat menuju tempat tujuan.
Diawali dengan do’a bersama di depan gerbang kampus, kemudian kami jalan
dengan iring-iringan ke arah selatan, melewati Sidoarjo, Pasuruan,
Malang dan kemudian masuk di jalur pendakian, Ranu Pani, Lumajang.
|
Heningnya Ranu Kumbolo |
Sebelum sampai di jalan yang menanjak dan berliku-liku kami berhenti di
rest area, Ponco Kusumo. Di sana sarapan dengan bakso prasmanan. Kenapa
prasmanan? karena untuk menikmati bakso ini, kami dipersilahkan
mengambil sendiri. Cukup mengenyangkan. Mengingat perut keroncongan
belum terisi dari pagi. Selain perut, motor yang kami tumpangi juga
sudah diisi BBM full di SPBU terakhir sebelum masuk area TNBTS.
|
Saat perut mulai keroncongan |
|
Sepanjang
perjalanan masih lancar dan cuaca cerah. Namun, ketika sampai di Ranu
Pani, hujan mulai turun dan cuaca mendung. Jalan di pegunungan tentu
beda dengan jalanan di dataran rendah atau perkotaan. Dengan ekstra
hati-hati kami melewati trek yang ekstrem itu. Saya, yang belum terbiasa
nyetir motor di tanjakan dan jurang yang menantang, beberapa kali
sempat oleng. Apalagi, motor yang saya pakai ban depannya sudah tipis.
Bahkan ketika pulang, sempat terperosok. Untung tidak sampai masuk
jurang. Untuk Nikhayatus Sholihah, maaf ya sudah membuatmu memar dan
mengeluarkan air mata. Untung ada bapak-bapak yang bersedia menolong dan
dibonceng sampai bawah.
|
Bersama Tim sebelum nanjak ke Ranu Pane |
Sampainya di Ranu Pani, motor
kami parkir di tempat parkir dengan tarif Rp. 5.000/hari. Setelah
mengurusi segala persyaratan pendakian, sekitar pukul 15;00 WIB dengan
guyuran hujan rintik-rintik kami mulai mendaki. Sebelum benar-benar
mengenakan tas, dan segala perlengkapan yang akan dibawa, dengan
mengenakan jas hujan kami berdo’a terlebih dahulu. Inilah, pendakian
yang sebenarnya akan dimulai.
|
Best Couple |
|
Untuk menuju Ranu Kumbolo,
kami harus melewati 4 Pos. Jarak antara pos satu dengan lainnya
variatif. Tak bisa diukur dengan satuan KM.
Pathok penunjuk
jarak yang terpasang tak sepenuhnya benar. Hanya menipu. Bagi pendaki
pemula, yang baru pertama kali ke Semeru seperti saya pasti akan
percaya. Namun, setelah mengetahui treknya seperti itu, saya baru
mengerti, bahwa
pathok penunjuk jarak itu hanya penyemangat
belaka. Trek awal dari pintu masuk “Selamat Datang Para Pendaki Gunung
Semeru” ini sudah menantang. Becek, licin, dan penuh jebakan. Jika tidak
ekstra hati-hati akan terpeleset bahkan bisa terperosok. Sayangnya,
saya tak begitu menikmati pemandangan, karena cuaca mendung dan turun
hujan.
|
Tanjakan Cinta |
|
Tanpa direncanakan, perjalanan kami berpencar
menjadi 3 kelompok. Sampai di Pos 1, masih bersama-sama, setelah itu
berpencar. Saya bersama 4 teman lainnya berada di kelompok terakhir.
Hari sudah mulai petang, perjalanan masih jauh, hujan semakin deras,
kaki mulai lelah dan pundak semakin sakit karena beban
Carier 80 Liter,
beratnya lebih dari 15 Kg. Mau tidak mau, kami harus berjalan
perlahan-lahan, setiap 10 menit berhenti. Dengan penerangan lampu senter
seadanya akhirnya kami bisa
ngumpul bersama kelompok lain di
Pos 3. Di sini lah kami mengisi perut dengan mie yang sudah dipersiapkan
oleh kelompok yang lebih dulu sampai.
|
Bersantai Berdua |
|
Sampai di pos 3 ini
udara semakin dingin. Baju basah, sarung tangan basah, kaos kaki basah,
semua serba basah. Sempat terjadi perdebatan antara meneruskan
perjalanan atau mendirikan tenda di pos 3. Akhirnya, disepakati untuk
meneruskan perjalanan. Tapi ada dua cewek yang tidak ikut naik dan akan
naik keesokan hari bersama para pendaki lain. Tak masalah. Trek dari pos
3 menuju ranu kumbolo lumayan terjal dan licin. Karena penerangan
senter seadanya, kami berjalan ekstra hati-hati. Salah langkah sedikit
saja bisa berbahaya, karena kanan-kiri sudah jurang.
|
Indahnya Bunga |
Ketika
melihat cahaya senter dari pantulan air danau ranu kumbolo, kami
gembira bukan kepalang. Perjalanan yang lumayan melelahkan ini akan
segera terbayar. Namun, masih banyak yang harus dilakukan. Mendirikan
tenda, membersihkan badan lalu sholat, baru kemudian istirahat. Di malam
gelap gulita, hujan, dingin, beratapkan kain tenda, kami
mengistirahatkan badan. Menunggu pagi akhir tahun tiba
Pagi, Selasa, 31 Desember 2013, Ranu Kumbolo gerimis. Terpaksa kami tak bisa menikmati
sun rise. Percuma
menanti matahari muncul, sampai siang pun tak ada tanda-tanda sang
surya itu menampakan panasnya. Hanya cahaya samarnya yang bisa kami
nikmati. Setelah urusan sarapan dan menghangatkan badan selesai, kami
hunting
foto. Mencari view yang menarik dan mengumpulkan gambar
sebanyak-banyaknya. Dengan background alam pegunungan, hutan, danau dan
cuaca agak mendung itu kami banyak mengambil gambar.
|
Tanjakan "Cinta" |
Kemudian
kami menuju “tanjakan cinta”. Istilah tanjakan cinta ini dipopulerkan
oleh film 5 CM. Konon, ketika menaiki tanjakan ini dan kita sedang
memikirkan seseorang yang kita cintai akan menjadi kenyataan. Namun
syaratnya tidak boleh menoleh ke belakang. Adegan itu pernah ditayangkan
dalam 5 CM ketika Ian dan Zafran dengan begitu semangatnya naik dan
memikirkan orang yang mereka cintai. Tapi akhirnya gagal karena menoleh
ke belakang, gara-gara dipanggil genta. Ah, bagi saya itu cuma mitos dan
tidak harus dipercaya. Di tanjakan cinta saya malah sering tolah-toleh,
menikmati pemandangan. Setelah sampai ujung atas di tanjakan cinta,
istirahat dan kemudian kembali ke tenda. Tak begitu lama, hujan turun
lagi.
Selama 2 hari 2 malam kami berada di ranu kumbolo. Kami sengaja
ngecamp di
Ranu Kumbolo dan tidak melanjutkan sampai ke puncak mahameru. Di malam
kedua, tepat di malam tahun baru kami hanya bisa berada di tenda karena
hujan mengguyur lumayan deras. Sampai-sampai tenda yang ditempati para
kaum hawa bocor, dan akhirnya mengungsi di tenda satunya. Momen itu kami
manfaatkan untuk melakukan refleksi dengan “forum kejujuran”. Forum
kejujuran ini sebenarnya tak pernah direncanakan. Hanya saja daripada
tak ada aktivitas apa-apa, kami akhirnya melakukan. Itung-itung untuk
merefleksikan diri dan berbagi pengalaman hidup. Soal asmara, masa lalu,
masa depan, impian dan makna hidup dibongkar oleh masing-masing orang.
|
Kembang Api di Atas Ranu Kumbolo |
|
Di
detik-detik pergantian tahun, suara kembang api menggelegar di langit
Ranu Kumbolo. Banyak pendaki lain yang sengaja menyalakan kembang api.
Yang paling meriah adalah kembang api hasil ide kreatif crew TVONE.
Kebetulan saat itu mereka berada di sana untuk program perayaan tahun
baru. Momen ini sungguh langka, saya benar-benar bisa menyaksikan
pergantian tahun di Ranu Kumbolo. Apalagi bersama orang spesial.
Muhammad Ali Murtadlo, Seseorang yang ketagihan mendaki gunung.
Posted in: Arti Hidup,Catatan Seorang Pemimpi,My Experience,My Story,Pendaki Gunung,Perjalanan Hidup
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Facebook
7 komentar:
Wahh seru banget nih pengalamannya..ngomong2 makan baksonya "melayani sendiri' itu berapa harga semangkuknya?
Wah, pngalaman yg mnyenangkan. Jd rindu ksana lagi..
Lupa mbak Ika, Kalau nggak salah cuma 5 ribu semangkuk. Ayo dicobain naik gunung mbak. Sudah pernah apa belum?
storytelling bagus
Wewwwww....
Mantap brrooooo...
Terima kasih bang Hatta!
Bang Hilman termasuk tim dan pelaku dalam cerita. Btw, Motor tuamu yang memaksa kita saling menunggu ketika naik ranu pane itu masih ada nggak? hehe
Posting Komentar